Pagi Jum’at
itu sudah pukul sembilan, Mang Mat baru saja mau mengeluarkan sepeda-motornya
hendak ke Kota ada sedikit urusan, ketika telepon di
rumahnya berdering. Diseberang sana terdengar suara Aman
pengurus Masjid di kampungnya :
“Assalamu‘alaikum, Mang. Mang Mat…. imam dan khotib Jum’atan hari ini
berhalangan datang. Pacak dak Mamang nyerep
(menggantikan) beliau kagek ?”
“Ustadz
Soleh bae, makmano….?”
“Beliau
justru yang minta Mamang, karena dia sudah bertugas dua jum’at yang lalu…”
“Payoo… kalu mak itu….. insyaallah”.
Mang Mat pun jadi sedikit kelabakan, mana mau pergi,
mana mau menyiapkan bahan untuk khotbah nanti. Maklumlah, sebagai Khotib
“Pemula” alias masih “anak bawang” yang ”jam terbang”nya rasanya belum sampai 10
kali, dia belum bisa tampil spontan. Kalau
tahu jadwalnya – itupun hampir seluruhnya di Masjid kampung dewek –sehari dua hari sebelumnya
biasanya latihan dulu. Naskah yang diambilnya dari beberapa buku kumpulan
naskah Khotbah Jum’at, biasanya dibacanya berulang-ulang dulu layaknya seperti
tampil betulan didepan jama’ah. Supaya nanti tidak “belepotan”, fikirnya, malu kan tampil nanti tidak
bagus ?
Begitu
juga cara penyampaian khotbah, sering beliau memperhatikan Imam/Khotib yang
kondang atau senior. Senang Mamat melihat “gaya ” masing-masing khotib tadi menyampaikan
khotbah yang memukau. Ada
yang penyampaiannya “lurus-lurus” seperti berbicara biasa saja, ada yang menyampaikan dengan gaya rhetorika yang
memukau. Ada yang “lembut”, ada pula “lantang”, dsb. Ya, siapa tahu nanti dapat menjadi khotib yang
bagus seperti mereka.
Pernah
suatu Jum’at, setelah doa selesai, dan jamaah sebagian sudah pulang. Pak Soleh sahabat seniornya, ustadz yang juga
Guru Sekolah Aliyah menghampiri Mang Mat yang masih zikir.
“Mat,
maaf yo, Mat… awak tadi agak “over”
menyampaikan khotbah dengan gaya
seperti itu “
“Iyo,
‘tadz….”
“Awak tadi
menyampaikan khotbah pecak gaya penyajian
orang mengikuti Lomba Pidato…. masih untung tidak ada yang tertawa terkekeh
mendengar ucapan dan gaya khotbahmu, kalau itu terjadi bisa-bisa Jum’at
bisa rusak”
“Iyo,
.tadz…” kata Mang Mat tersipu malu. Mungkin
karena terlalu ingin bergaya rhetorica (gaya
pidato) yang dipelajari di sekolah dulu, sehingga tangan Mang Mat tadi ada sekali sekali “bermain”, sesekali menatap
kadang kekiri kadang kekanan kepada jamaah. Begitu juga Ustadz Soleh mengeritik karena si Mang
Mat membacakan terjemahan Ayat seperti gaya
membaca puisi….. oh Ya Allah , astaghfirullah…..yang baru belajar menjadi
khotib ini masih banyak nian kekurangannya.
Padahal benar apa yang dikatakan ustadz sahabatnya, bukankah Khotbah itu merupakan bagian dari
Sholat Jum’at itu sendiri yang harus dijaga ketertiban dan kekhusyukannya ?
Bukan itu saja. Akhir-akhir ini Mang Mat agak
takut takut juga menyampaikan khotbah Jum’at. Bukan
takut karena tidak siap, sehingga tampil
grogi. Ya, memang kadang takut juga kalau tidak bisa menemukan bahan khotbah
yang aktual dengan masyarakat, maklum lah masih pemula.
Tapi
yang paling ditakutkan oleh Mang Mat akhir-akhir ini adalah tanggung jawab seorang
yang diberi amanat untuk menyampaikan khotbah itu. Pada diri seorang Khotib tentulah
dituntut keteladanan. Ia harus selaras apa yang diucapkannya dalam khotbah dengan
perbuatan dan perilakunya sehari-hari. Begitulah kira inti yang diperolehnya
ketika bersama anak muda mengikuti Penataran Calon Da’i dan Khotib dulu.
Itu yang membuat Mang Mat tambah kelabakan
kalau bertugas seperti siang Jum’at itu. Mang Mat tidak mau cuma jadi burung
beo, yang bisa ngomong tapi tidak melaksanakan apa yang dianjurkannya.
Berdosa !!
Bukankah Allah SWT telah berfirman : “Yaa ayyuhalladzina aamanuu lima taquuluuna maa laa taf’aluun. Kaburo
maqtan indallaahi an taquuluu maa laa taf’aluun”. Yang terjemahannya, “Hai orang-orang yang
beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu perbuat ?. Amat
besar kebencian disisi Allah, karena kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
perbuat”. (Ash-Shaf : 2-3).
Dan ketika Mang Mat pulang dari Kota ,
kira-kira pukul setengah dua belas lebih, dia mantap menuju Masjid. Membawa
naskah Khotbah Jum’at dengan memilih topik yang sederhana bae, namun insyaallah bisa diamalkan dalam kesehariannya.
(Masatif Ali Zainal) (Perumnas,
03/07/2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar