Kamis, 28 November 2013

MEMBERDAYAKAN MEDIA TRADISIONAL UNTUK DISEMINASI INFORMASI

MEMBERDAYAKAN MEDIA TRADISIONAL
UNTUK DISEMINASI INFORMASI



Media Tradisional atau seni pertunjukan rakyat merupakan suatu bentuk atau jenis kesenian tradisional yang hidup dan berkembang didalam masyarakat.  Biasanya, karena ada dialog didalam ceritanya, maka ia cukup komunikatif untuk dititipi (istilahnya diseminasi) pesan-pesan.  Contohnya berbagai seni tutur seperti dongeng, kisah, pantun, jelihiman, senjang atau juga yang berbentuk teater seperti dul muluk, bangsawan, seni pewayangan, ketoprak, ludruk, mamanda, dsb.

Bermacam kesenian tradisional yang komunikatif itu, kadang-kadang menjadi bagian dari acara tradisi.  Dulu, pada masa sebelum kemerdekaan konon katanya, syair Dul Muluk (sebutan untuk “Abdul Muluk”) dibacakan dihadapan tamu/undangan pada acara selamatan khitanan.  Ketika kemudian syair  tersebut menjadi seni teater rakyat, maka pada acara selamatan dikampung-kampung tidak sreg rasanya kalau tidak nanggap Dul Muluk atau wayang.  Memang sekarang sudah jarang, barangkali sudah kalah dengan seni-seni yang lebih modern.  Tapi seni tradisional ini sebagian masih hidup, bahkan sekarang didalam pidato-pidato formal sekalipun, orang berpantun ria untuk menyampaikan pesan kepada audience karena menarik.

Jenis-jenis kesenian yang disebut pertunjukan rakyat sebenarnya banyak sekali jenisnya.  Memang ada yang sudah mati suri, hidup enggan mati tak mau.  Tapi banyak juga yang masih bertahan tertatih tatih menunggu perhatian kita, karena betapapun ia adalah warisan seni budaya bangsa kita, yang sewajarnya dilestarikan.

Punya Potensi
Banyak kelebihan pertunjukan rakyat : sifatnya yang spontan, bentuk tampilan seninya tradisional, akrab dengan penonton membuatnya menarik dan disukai penontonnya.  Karena sifatnya yang komunikatif (bercerita, bertutur, ada dialog) maka jenis kesenian ini mampu dititipi atau disisipi pesan-pesan informasi.  Maka itu jangan kaget kalau ”Khadam” pada teater Dul Muluk atau ”punakawan” pada pagelaran wayang ”ngomong” soal siskamling, posyandu, atau program pembangunan seperti Sumsel Lumbung Pangan dan Energi Nasional atau menyukseskan program pariwisata ”Visit Musi”, event olahraga PON XVI, Islamic Solidarity Games, dsb.

Dimasa dahulu, seni pewayangan yang komunikatif telah dimanfaatkan oleh para wali di Jawa untuk menyebarluaskan Islam.  DR. Pigeud menyatakan  bahwa mite pada masa pra-Islam yang dianggap sakral, oleh para wali justru dipopulerkan dan digubah baru sesuai dengan kebutuhan pengembangan Islam, disamping menggunakan media dakwah.

Diawal-awal kemerdekaan, media tradisional/media pertunjukan rakyat ini menghibur masyarakat, sekaligus menyampaikan pesan-pesan persatuan dan kesatuan bangsa.  Begitu juga pada event pameran (expo) atau pekan raya, biasanya tidak ketinggalan dipergelarkan berbagai atraksi pertunjukan rakyat, sehingga membantu pertunjukan rakyat dapat bertahan, walaupun dengan upaya mandiri (self sufficient).

Kemudian peran media pertunjukan rakyat (pertunjukan/kesenian tradisional) itu merosot.  Penyebab menurunnya peran itu, menurut Paulus Wiratomo (pada Seminar pengkajian pemberdayaan jaringan komunikasi sosial, tahun 2004) antara lain :
  1. Pada zaman Orde Baru, media tradisional lebih banyak direkayasa menjadi corong semata. Apalagi dominasi  media modern dan pemerintah waktu itu yang kurang memberi kesempatan kepada media tradisional untuk mengembangkan diri.
  2. Para elit daerah yang diharapkan ikut mengangkat seni tradisional kurang mendukung.  Sebagian bahkan lebih senang dengan seni budaya kosmopolitan (Barat) dan membiarkan media tradisional itu berkembang sendiri oleh masyarakat kalangan bawah sendiri.
  3. Adanya anggapan yang salah bahwa jenis-jenis kesenian rakyat itu tidak dapat beradaptasi terhadap modernisasi, ketinggalan jaman dan dianggap kolot.  Pada sisi lain, usaha inovasi dan pengembangan terhadap seni tradisi kadang-kadang dianggap ”penyelewengan” dari pakem.
  4. Pemerintah dan masyarakat kurang tertarik karena menganggap seni seperti itu tidak mempunyai ”nilai jual” padahal kalau dikemas dengan baik, sebenarnya kesenian tradisional pun bisa menjadi komoditi yang laku di lingkup nasional bahkan internasional.

Perlu terus pemberdayaan

Alhamdulillah dewasa ini, walau masih tertatih-tatih, sekarang kita mulai  lagi menyaksikan berbagai pagelaran (pementasan) media kesenian pertunjukan rakyat. Sekarang sudah mulai sering lagi kita saksikan misalnya pertunjukan seni teater tradisional ”Dul Muluk” atau ”Bangsawan” di berbagai event, bahkan sering tampil mentas di televisi.  Bahkan kalau kita perhatikan acara-acara hiburan di televisi, termasuk paket program serius seperti masalah kesehatan  pendidikan, dsb. disiarkan dalam bentuk pertunjukan tradisional. Ternyata tayangan seperti itu cukup disenangi masyarakat.

Jadi betul yang dulu dikatakan DR. Alfian, bahwa tidak benar persangkaan umum bahwa media modern (seperti radio, televisi) akan terlepas sama sekali dari komunikasi tradisional atau media tradisional. Namun kita jujur melihat masih ada kelemahan SDM, terutama bagaimana mengemas dan menyajikan informasi menjadi pertunjukan yang bagus dan menarik. Begitu pula masih perlu waktu agar pertunjukan dapat mendiseminasikan informasi tanpa merusak pakem cerita yang sudah baku. Kalau dulu berbagai kesenian  komunikatif itu dapat bercerita soal Keluarga Berencana,  sekarang harusnya dapat pula bicara soal program pembangunan yang makin meningkat.

Tentu perlu dibantu memberdayakannya oleh semua fihak yang terkait melestarikan seni budaya daerah itu.  Pemberdayaan itu merupakan sebuah keharusan. Pemerintah Daerah melalui dinas/instansi terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata dan Seni Budaya, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, Dewan Kesenian bahkan Forum Komunikasi Media Tradisional (FK-METRA) yang sudah ada dibeberapa daerah perlu mengambil langkah pembinaan.  Misalnya mengadakan pelatihan-pelatihan dan pembelajaran untuk meningkatkan kreatifitas berkesenian atau menampilkan pementasan yang bagus dan bermutu terutama bagaimana mengemas pesan-pesan pembangunan (diseminasi informasi) dalam pertunjukan yang menarik.

Berbagai jenis kesenian tradisional, baik yang bersifat teater ataupun bertutur perlu dorongan agar dapat lebih meningkatkan frekuensi maupun kesempatan untuk mengadakan pementasan.  Termasuk bantuan dan fasilitas  agar mereka dapat tampil lebih sering di radio atau televisi swasta.

Dengan demikian siapa tahu nanti, bukan saja seni pewayangan atau seni dul muluk, tapi juga seni jelihiman, tadut atau senjang dan banyak lagi di Sumatera Selatan dapat pula menghibur penontonnya sekaligus menyelipkan pesan (informasi) program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah......


(Masatif Ali, 24 November 2013)

2 komentar:

  1. Asalamu'alaikum, kulo datang berkunjung Kando.

    Sangat menarik dan bermanfaat, Kando.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alakum salam, terima kasih telah berkunjung ke Blog kami ini, Dindo. Sekali lagi terima klasih.........

      Hapus