MEMBERDAYAKAN
MEDIA TRADISIONAL
UNTUK DISEMINASI
INFORMASI
Media Tradisional atau seni pertunjukan
rakyat merupakan suatu bentuk atau jenis kesenian tradisional yang hidup dan
berkembang didalam masyarakat. Biasanya,
karena ada dialog didalam ceritanya, maka ia cukup komunikatif untuk dititipi (istilahnya diseminasi)
pesan-pesan. Contohnya berbagai seni
tutur seperti dongeng, kisah, pantun, jelihiman, senjang atau juga yang
berbentuk teater seperti dul muluk, bangsawan, seni pewayangan, ketoprak, ludruk,
mamanda, dsb.
Bermacam kesenian tradisional yang
komunikatif itu, kadang-kadang menjadi bagian dari acara tradisi. Dulu, pada masa sebelum kemerdekaan konon
katanya, syair Dul Muluk (sebutan untuk “Abdul Muluk”) dibacakan dihadapan
tamu/undangan pada acara selamatan khitanan.
Ketika kemudian syair tersebut
menjadi seni teater rakyat, maka pada acara selamatan dikampung-kampung tidak
sreg rasanya kalau tidak nanggap Dul
Muluk atau wayang. Memang sekarang sudah jarang, barangkali sudah kalah
dengan seni-seni yang lebih modern. Tapi
seni tradisional ini sebagian masih hidup, bahkan sekarang didalam
pidato-pidato formal sekalipun, orang berpantun ria untuk menyampaikan pesan
kepada audience karena menarik.
Jenis-jenis kesenian yang disebut
pertunjukan rakyat sebenarnya banyak sekali jenisnya. Memang ada yang sudah mati suri, hidup enggan
mati tak mau. Tapi banyak juga yang
masih bertahan tertatih tatih menunggu perhatian kita, karena betapapun ia
adalah warisan seni budaya bangsa kita, yang sewajarnya dilestarikan.
Punya Potensi
Banyak kelebihan pertunjukan rakyat :
sifatnya yang spontan, bentuk tampilan seninya tradisional, akrab dengan
penonton membuatnya menarik dan disukai penontonnya. Karena sifatnya yang komunikatif (bercerita,
bertutur, ada dialog) maka jenis kesenian ini mampu dititipi atau disisipi
pesan-pesan informasi. Maka itu jangan kaget kalau ”Khadam” pada teater Dul
Muluk atau ”punakawan” pada pagelaran wayang ”ngomong” soal siskamling,
posyandu, atau program pembangunan seperti Sumsel Lumbung Pangan dan Energi
Nasional atau menyukseskan program pariwisata ”Visit Musi”, event olahraga PON
XVI, Islamic Solidarity Games, dsb.
Dimasa dahulu, seni pewayangan yang
komunikatif telah dimanfaatkan oleh para wali di Jawa untuk menyebarluaskan
Islam. DR. Pigeud menyatakan bahwa mite pada masa pra-Islam yang dianggap
sakral, oleh para wali justru dipopulerkan dan digubah baru sesuai dengan
kebutuhan pengembangan Islam, disamping menggunakan media dakwah.
Diawal-awal kemerdekaan, media tradisional/media
pertunjukan rakyat ini menghibur masyarakat, sekaligus menyampaikan pesan-pesan
persatuan dan kesatuan bangsa. Begitu
juga pada event pameran (expo) atau pekan raya, biasanya tidak ketinggalan
dipergelarkan berbagai atraksi pertunjukan rakyat, sehingga membantu
pertunjukan rakyat dapat bertahan, walaupun dengan upaya mandiri (self
sufficient).
Kemudian peran media pertunjukan rakyat
(pertunjukan/kesenian tradisional) itu merosot.
Penyebab menurunnya peran itu, menurut Paulus Wiratomo (pada Seminar pengkajian pemberdayaan jaringan
komunikasi sosial, tahun 2004) antara lain :
- Pada
zaman Orde Baru, media tradisional lebih banyak direkayasa menjadi corong semata. Apalagi
dominasi media modern dan
pemerintah waktu itu yang kurang memberi kesempatan kepada media
tradisional untuk mengembangkan diri.
- Para elit daerah yang diharapkan ikut mengangkat
seni tradisional kurang mendukung.
Sebagian bahkan lebih senang dengan seni budaya kosmopolitan (Barat) dan
membiarkan media tradisional itu berkembang sendiri oleh masyarakat
kalangan bawah sendiri.
- Adanya anggapan yang salah bahwa jenis-jenis
kesenian rakyat itu tidak dapat beradaptasi terhadap modernisasi,
ketinggalan jaman dan dianggap kolot.
Pada sisi lain, usaha inovasi dan pengembangan terhadap seni
tradisi kadang-kadang dianggap ”penyelewengan” dari pakem.
- Pemerintah dan masyarakat kurang tertarik karena
menganggap seni seperti itu tidak mempunyai ”nilai jual” padahal kalau
dikemas dengan baik, sebenarnya kesenian tradisional pun bisa menjadi
komoditi yang laku di lingkup nasional bahkan internasional.
Perlu terus
pemberdayaan
Alhamdulillah dewasa ini, walau masih
tertatih-tatih, sekarang kita mulai lagi
menyaksikan berbagai pagelaran (pementasan) media kesenian pertunjukan rakyat.
Sekarang sudah mulai sering lagi kita saksikan misalnya pertunjukan seni teater
tradisional ”Dul Muluk” atau ”Bangsawan” di berbagai
event, bahkan sering tampil mentas di televisi.
Bahkan kalau kita perhatikan acara-acara hiburan di televisi, termasuk
paket program serius seperti masalah kesehatan
pendidikan, dsb. disiarkan dalam bentuk pertunjukan tradisional.
Ternyata tayangan seperti itu cukup disenangi masyarakat.
Jadi betul yang dulu dikatakan DR. Alfian, bahwa tidak benar
persangkaan umum bahwa media modern (seperti radio, televisi) akan terlepas
sama sekali dari komunikasi tradisional atau media tradisional. Namun kita
jujur melihat masih ada kelemahan SDM, terutama bagaimana mengemas dan
menyajikan informasi menjadi pertunjukan yang bagus dan menarik. Begitu pula masih
perlu waktu agar pertunjukan dapat mendiseminasikan informasi tanpa merusak
pakem cerita yang sudah baku. Kalau dulu berbagai kesenian komunikatif itu dapat bercerita soal Keluarga
Berencana, sekarang harusnya dapat pula
bicara soal program pembangunan yang makin meningkat.
Tentu perlu dibantu memberdayakannya oleh
semua fihak yang terkait melestarikan seni budaya daerah itu. Pemberdayaan itu merupakan sebuah keharusan. Pemerintah
Daerah melalui dinas/instansi terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata
dan Seni Budaya, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, Dewan Kesenian bahkan
Forum Komunikasi Media Tradisional (FK-METRA) yang sudah ada dibeberapa daerah
perlu mengambil langkah pembinaan.
Misalnya mengadakan pelatihan-pelatihan dan pembelajaran untuk
meningkatkan kreatifitas berkesenian atau menampilkan pementasan yang bagus dan
bermutu terutama bagaimana mengemas pesan-pesan pembangunan (diseminasi
informasi) dalam pertunjukan yang menarik.
Berbagai jenis kesenian tradisional, baik
yang bersifat teater ataupun bertutur perlu dorongan agar dapat lebih
meningkatkan frekuensi maupun kesempatan untuk mengadakan pementasan. Termasuk bantuan dan fasilitas agar mereka dapat tampil lebih sering di radio
atau televisi swasta.
Dengan demikian siapa tahu nanti, bukan
saja seni pewayangan atau seni dul muluk, tapi juga seni jelihiman, tadut atau senjang dan banyak lagi
di Sumatera Selatan dapat pula menghibur penontonnya sekaligus menyelipkan pesan
(informasi) program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah......
(Masatif Ali, 24 November 2013)
Asalamu'alaikum, kulo datang berkunjung Kando.
BalasHapusSangat menarik dan bermanfaat, Kando.
Wa'alakum salam, terima kasih telah berkunjung ke Blog kami ini, Dindo. Sekali lagi terima klasih.........
Hapus