Senin, 03 Februari 2014

KARIKATUR DI MEDIA CETAK.......

KARIKATUR YANG BEROLOK-OLOK “WAHANA SENYUM KRITIK SEHAT”
Oleh : Masatif Ali ZA
      Sungguh menggelitik olok-olok karikatur di harian ini, Sabtu 8 April lalu. Kalau tidak sedang berpuasa rasanya banyak pembaca yang tertawa terkekeh atau paling tidak senyum-senyum sendiri. Betapa tidak lucu ! Disana digambarkan seorang pria setengah baya tidak sabaran lagi menunggu beduk berbuka puasa. Jam didinding baru menunjukkan pukul 5.10 sore. Tapi matanya terus melirik ke meja dimana telah tersedia hidangan “perbukaan” yang lezat dan masih ngebul. Ia larak-lirik sebentar, kalau-kalau ada orang melihat—dan hupp—tangannya bergerak ke piring – Belum sampai --  ada teriakan dari luar : “Bataaallll !!”.
      Lucu memang gambar karikatur itu. Dengan jitu ia menyindir kita yang walaupun sedang menjalankan puasa tapi sering-sering masih terkenang-kenang dengan makanan melulu. Apa yang dilukiskan oleh karikatur itu walaupun tidak persis, mungkin saja dalam bentuk lain terjadi dalam masyarakat kita. Itulah gaya karikatur menerjemahkan berbagai permasalahan dalam masyarakat, yang tentu saja dengan penuh humor !
      Bila dikaji, apa yang ingin diungkapkan oleh sang karikaturis, ia ingin menyindir bahwa perhatian kita kepada soal makan dan makanan selama bulan puasa ini sangat besar. Bayangkan, kalau pada hari-hari biasa lauk pauk cukup tempe, tahu atau ikan, maka dalam bulan puasa ini makanan untuk berbuka kalau maunya ada menu dari bahan daging sapi atau ayam. Minumannya tak boleh cuma teh atau kopi, tapi mestilah ditambah es sirop¸es campur dawet atau cincau, ditambah lagi kolak atau kue-kue khusus. Buah-buahan pencuci mulut tak cukup pisang atau pepaya saja, tapi ditambah lagi dengan dua tiga macam lagi termasuk kurma yang katanya didatangkan dari Arab ! Pokoknya asyik kalau sedang berbuka !
      Lalu, ibu-ibu pun pusing tujuh keliling memikirkan “membengkaknya” uang belanja dapur setiap kali kepasar, saking untuk memenuhi “nafsu” untuk mengistimewakan bulan puasa. Bapak-bapakpun pontang panting mencari tambahan uang untuk puasa.
      Penulis lalu teringat karikaktur yang hampir serupa ditahun lima puluhan, dalam surat kabar yang terbit di Palembang (saya lupa nama korannya). Waktu itu bulan puasa juga dan dan beberapa hari lagi menjelang Hari Raya Idul Fitri. Disana dilukiskan seorang suami tertegun-tegun melihat “belanjaan” isterinya yang luar biasa. Walaupun sudah berselang 30 tahun, penulis masih ingat lebih kurang dialog sindiran dalam bahasa daerah Palembang : “Berapo metuke selawat citak tuh, ibok-nyo !?” (“Berapa rupiah mengeluarkan uang belanjanya, Bu !?”). Lalu dijawab ketus oleh sang isteri : “Oii Abah-nyo.....sekali setahun nak makan lemak !?” (“Oii, Pak, sekali setahun mau makan yang enak-enak !?”.
      Sambil senyum-senyum kita bisa menduga karikatur itu menyiratkan kritik dan sindiran sekaligus ingin meluruskan sesuatu yang dirasanya kurang baik. Padahal, kalau kita simak tulisan Dr KHO Gajahnata, atau apa yang tersirat dari ungkapan KH Hasan Basri di harian ini : hakekat puasa adalah upaya untuk “mengendalikan diri” termasuk mengendalikan diri dari nafsu untuk “makan” yang kalau kelewat batas justru bisa menimbulkan berbagai  penyakit, baik penyakit fisik seperti darah tinggi, diabetes sampai penyakit non-fisik seperti nafsu serakah, tamak dan sebagainya. Melihat karikatur kita tersenyum, tergelitik dan lalu sadar. Disinilah karikatur ikut menjalankan fungsi “Waskat” (Pengawasan Melekat),  atau paling tidak “Waskat” dalam artian “Wahana Senyum Kritik Sehat”.

      Itu tadi satu dua contoh karikatur yang secara diam-diam telah melakukan pengawasan masyarakat. Tapi apa betul bisa melaksanakan fungsi pengawasan ? Kalau tidak percaya, simaklah hakekat Pers yang utamanya memberitakan fakta dan disisi lain, misalnya melalui Karikatur (sebagai salah satu isi atau muatan pers) mampu untuk mengungkapkan opini : sebagai “alat kontrol sosial yang  konstruktif”. Apa lagi jelas diyakini oleh masyarakat Pers Indonesia adalah pers yang sehat, yang bebas, dan bertanggung jawab, yang menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan melaksanakan kontrol sosial yang konstruktif.
      Jdi bila dikatakan Karikatur ikut menjalankan Waskat, sebenarnya fungsi pengawasan itu memang sudah melekat pada karikatur. Tentu saja cara pengawasannya disesuaikan dengan gaya karikatur yang yang khas : lucu, bercanda, berolok-olok, dan halus sehingga tidak menyakitkan. Dengan guyon dan tampak seperti “main-main” sang karikatur mampu membuka mata dan telinga pihak-fihak yang dianggap “menyimpang”.  Dengan humornya yang segar, karikatur mampu menciptakan keterbukaan  antara berbagai fihak yang berkepentingan. Dengan istilah populer : mampu menciptakan interaksi positif masyarakat, pers dan pemerintah. Ambillah contoh karikatur yang dimuat Pers tentang : penebangan hutan yang semena-mena, kecenderungan konsumerisme, masalah penggusuran, proyek-proyek macet,dsb. Malah sampai pada karikatur perlu tidaknya pengadaan bus kota atau karikatur “berbuka puasa” diatas. Karikatur-karikatur itu seolah terpanggil memberikan pengawasan dan tentu saja dengan harapan agar fihak yang terkena segera memperbaiki tanpa merasa sakit hati !
(Dari artikelku di SRIPO 6 Mei 1989)

  
     

Minggu, 02 Februari 2014

PWRI

PWRI (PERSATUAN WREDATAMA REPUBLIK INDONESIA)
     Banyak yang belum tahu apa sebenarnya PWRI itu. Mungkin karena kedengaran seperti PWI, mereka menyangka Persatuan Wartawan Indonesia, padahal bukan... Bahkan pada acara sosialisasi bulan Desember 2013 yang lalu, seorang pensiunan PNS dari sebuah instansi mengaku baru tahu sekarang kalau ada wadah orang pensiunan yg bernama PWRI itu. Bahkan ada juga Sekcam muda yg juga baru mendengar ada PWRI, padahal  organisasi ini sudah berdiri sebenarnya sejak tahun 1962. Ya, mungkin karena cuma orgasnisasi wong pensiunan saja atau kurang disosialisasikan barangkali ya? Padahal PWRI yang singkatan dari Persatuan Wredatama Republik Indonesia itu adalah organisasi khusus yang menghimpun semua para pensiunan (WREDATAMA) PNS Pusat dan Daerah, pensiunan BUMN/BUMD, serta pensiunan Pejabat Negara, mantan Kades dan Perangkat Desa.
     Jadi, PWRI itu adalah organisasi atau wadah “WONG PENSIUNAN”, wadah “WREDATAMA”. Kalau semasa aktif dikedinasan dulu wadahnya KORPRI, maka setelah pensiun wadahnya ya PWRI ini agar dapat terus berkiprah, apalagi memang diharapkan para pensiunan dimanapun atau diinstansi manapun dia dulu bertugas  dapat terus “berdaya guna” bagi masyarakat dan bagi diri dan keluarganya. Walau pun para pensiunan sering diidentikkan dengan guyonan “Askar Tak Berguna”, kepada kita para pensiunan tetap diharapkan untuk memberikan perannya. Para pensiunan yang memang waktunya lebih banyak dirumah atau mungkin kerjanya mengasuh cucu.....tapi peran para pensiunan tidak bisa disepelekan. Memasuki masa pensiun bukanlah akhir karir, tapi  masa pensiun ini bisa dijadikan sebagai Awal Babak Kedua perjuangan untuk berbuat yg terbaik untuk masyarakat, diri dan keluarganya.
     Nah, inilah mengapa dibentuknya wadah ini. PWRI adalah organisasi kemasyarakatan khusus yang bersifat nasional, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hak azasi manusia, mandiri, demokratis, nirlaba dan modern, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggota wredatama dan keluarganya.
      Para pensiunan yang setiap tahun bertambah, dan katanya diseluruh Indonesia ada sekitar 2,5 juta pensiunan PNS, dan PWRI dapat pula memberikan perannya menyumbang bagi Pembangunan dan mengakomodasikan hak2 dan perlindungan hak para pensiunan. Apalagi pembentukan PWRI memang dimaksudkan untuk melanjutkan dan mempertahankan jalur pembinaan yang masih diperlukan bagi para pensiunan. ]adi walaupun tidak aktif lagi dikedinasan, dengan wadah PWRI ini, dapat terus menjalin hubungan dengan pemerintah dan agar tetap memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan para “WREDATAMA” yang telah lulus menyelesaikan tugasnya sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, dan sekarang sudah memasuki masa pensiunnya dengan baik.
       Wong pensiunan jangan sampai minder, jangan sekalikali merasa tidak berguna lagi. Di PWRI, pengalaman, pengetahuan dan kecakapannya selama berdinas sekian puluh tahun dulu itu, dapat dijadikan modal lagi untuk kebaikan, bukan saja untuk dirinya tapi juga untuk masyarakat, paling tidak menjadi teladan bagi orang2 muda dilingkungannya. Sebagai organisasi kemasyarakat khusus pensiunan, PWRI mempunyasi 2 (dua) fungsi :


1.    Fungsi Internal, untuk menjembatani kepentingan dan kebutuhan anggotanya.
2.    Fungsi Eksternal menjadi motivator dan dinamisator bagi anggota dan masyarakat.
Dan yang lebih penting lagi untuk diketahui, ialah bahwa PWRI yang bersifat nasional dan mandiri itu, yang DOKTRIN nya : “Tata Tenteram Karta Raharja” tsb mempunyai TUJUAN untuk kesejahteraan anggota dan keluarganya. Jadi bukan organisasi politik lho......bukan Parpol.....
     Lalu, apa VISI dan MISI PWRI ?
     VISI : Terwujudnya organisasi skala nasional yg kuat dan mandiri sebagai wadah tunggal bagi seluruh wredatama, serta meningkatknya kesejahteraan anggota dan keluarganya.
     MISI :
1.    Mempererat kesatuan dan persatuan wredatama agar memiliki kekuatan moral yang kuat.
2.    Membina wredatama agar tetap meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kpd Tuhan YME, berperilaku yang tidak tercela, sabar, arif bijaksana, dan menjadi panutan masyarakat.
3.    Membina wredatama agar mampu : (1) mandiri dalam kehidupan ekonomi dan sosial, (2) meningkatkan kualitas hidupnya secara fisik, mental dan spiritual, (3) mendayagunakan pengetahuan, kecakapan dan pengalamannya.
4.    Mendorong Pemerintah agar memenuhi kewajibannya untuk memberi jaminan kesejahteraan yang layak bagi kehidupan wredatama, sebagai pengakuan dan penghargaan atas pengabdiannya kepada bangsa dan negara.
5.    Membangun solidaritas dan soliditas wredatama sebagai perekat dan alat pemersatu.
6.    Mendukung pembangunan Bangsa / Negara.
Didalam melaksanakan MISI nya, PWRI berupaya :
1.    Mewujudkan sinergi berbagai potensi, pengalaman, keahlian dan pengetahuan wredatama untuk mempercepat tercapainya tujuan organisasi serta menunjang pelaksanaan Pembangunan Nasional;
2.    Mengindahkan ketentuan peraturan per-UU-an dalam beraktifitas;
3.    Mengadakan kerjasama sebaik-baiknya dengan organisasi seasas yang aspirasinya searah dengan PWRI;
4.    Meningkatkan kerjasama yang baik dengan Lembaga Negara,  Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah serta organisasi lain;
5.    Mewujudkan keberlanjutan pembinaan organisasi oleh pemerintah sebagaimana yang pernah diberikan kepada organisasi kedinasan.
     PWRI ini berskala nasional, jadi ada dari Pusat sampai kecamatan. Dipusat ada Pengurus Besar (PB) PWRI, ditingkat Provinsi ada Pengurus Daerah, di tingkat Kabupaten/Kota ada Pengurus Cabang, dan di Kecamatan2 ada Pengurus Ranting.
      Nah, itulah sedikit informasi tentang PWRI..... para WREDATAMA atau para pensiunan dan juga duda/jandanya diharapkan dapat ikut memperkuat perjuangan PWRI dengan masuk menjadi anggota PWRI didaerah kita masing2, setuju kan ?........Alhamdulillah......
(Masatif Ali, 31-01-2014)