Rabu, 26 Maret 2014

IKLAN LAYANAN MASYARAKAT, IKLAN MEMPROMOSIKAN GAGASAN

       Dijalan jalan protokol, atau ditempat tempat strategis dalam kota, sering mata kita tertumbuk dengan iklan berupa papan reklame besar yang lain dari yang lain. Ia tidak menawarkan  produk atau jasa, tapi yang ditawarkan adalah gagasan (ide). Ia tidak merayu khalayak—misalnya-- untuk membeli produk mobil merek tertentu, tapi  mengajak masyarakat waspada  dan berpartisipasi dalam pemberantasan  penyakit demam berdarah (DBD) yang banyak menyerang  warga masyarakat saat itu, atau mengajak agar tertib berlalu lintas. Ia bukan menawarkan merek rokok  atau pulsa hemat, tapi ajakan kepada masyakat untuk menjalin persatuan dan kesatuan bangsa. Iklan seperti itu tidak menawarkan aneka produk makanan ringan, tapi yang gagasan jangan membuang sampah sembarangan, atau bahkan seperti sekarang mempromosikan Caleg agar dipilih masyarakat.

          Kalau di televisi bisa lebih hebat lagi, iklan bisa tampil layaknya sebuah tayangan film pendek. Misalnya untuk mensosialisasikan tertib lalulintas, ditunjukkan bagaimana mengemudi mobil dengan baik, sopirnya memakai sabuk pengaman, tidak menggunakan HP sambil menyetir, dan hati2 melihat ada oraang menyeberang......kemudian disambung gambaran perilaku buruk di jalan raya: adegan pengendera sepeda motor yang ugal-ugalan yang berakhir dengan kecelakaan fatal, diteksnya tertulis.....”Sayangi Nyawamu” serta tulisan besar besar dilayar  agar masyarakat berempati di jalan raya......... Atau iklan gagasan untuk mengajak semua fihak untuk memberantas korupsi ditanah air.....


          Dulu, sekitar tahun 2007 di sebuah  surat kabar lokal Sumsel, diantara iklan produk dan jasa seperti iklan pengobatan tradisional, jasa layanan transport, iklan pusat belanja dengan diskon,  iklan kursus, tampak sebuah iklan yang dari yang lain itu.. Apa ya iklannya ? Ternyata iklan gagasan  berupa pesan untuk melindungi anak-anak kita dari tayangan tayangan  seronok di televisi…. Terutama  dari program tayangan malam yang tidak  cocok dengan anak-anak. Iklan display seperempat halaman itu  memperlihatkan dua orang anak  dengan ayah ibunya sedang menonton acara televisi. Bunyi pesan iklannya : “Bantu anak anak  anda dalam menentukan tayangan yang tepat untuk mereka”. Untuk lebih meyakinkan khalayak di inset iklan itu, ada foto Kak Seto, yang berujar : ”Orang tua wajib mengawasi tayangan yang tepat bagi putra putrinya”.

       Dengan makin berkembangnya media elektronik radio atau televisi, bahkan media baru Internet iklan gagasan seperti itu makin makin memperoleh kesempatan bersaing dengan “saudara tua”nya yang lebih dulu eksis iklan-iklan  komersial! Ada iklan “Hemat Energi”, ada iklan mengajak konsumen menghemat pemakaian listrik. Ada pula yang menawarkan gagasan “3M” dalam mengatasi bahaya si belang nyamuk demam berdarah aedes aegypti.  Oh, ya, barangkali juga pembaca  pernah melihat tayangan  mantan Menteri, sambil menikmati daging ayam goreng  meyakinkan masyarakat agar jangan ragu mengkonsumsi daging ayam, asalkan diolah/ dimasak dengan benar !!! Tidak usah takut dengan flu burung yang sedang merebak diseantaro negeri , ini, begitulah kira  kira pesannya agar masyarakat tidak trauma. Bahkan sekarang ini dalam rangka PILEG / PILPRES para Calon pun ramai beriklan memperkenalkan diri, menunjukkan program yg akan dilaksanakan untuk mendapatkan  dukungan masyarakat pemilih.

Iklan Pembangunan.
      Iklan yang dicontohkan  diatas,  biasa disebut iklan gagasan (Idea Advertising), atau dalam konsep yang lebih luas,  disebut Iklan Pembangunan (Development Advertising). Masyarakat umum sering menyebutnya Iklan Layanan Masyarakat. Yang dijual bukan barang dagangan , produk atau jasa. Tapi yang dijual, yang dipromosikan berupa gagasan pembaharuan, pembangunan yang diperlukan masyarakat yang sedang membangun. Bisa juga mempromosikan gagasan solusi untuk mengatasi berbagai masalah seperti mengatasi wabah penyakit, banjir, penggundulan hutan,  bahkan upaya memberantas KKN, Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, atau pemberantasan korupsi.

       Menurut Benyamin V. Lozaree, pakar komunikasi Filipina yang dalam tahun tujuh puluhan mengelilingi sembilan negara Asia meneliti periklanan pembangunan, mendefinisikan Periklanan Pembangunan itu sebagai  “… pemanfaatan prinsip, methode dan teknik periklanan untuk membantu terwujudnya sasaran dan tujuan pembangunan nasional”. Jadi,   bukan menjual barang dagangan, tapi menjual gagasan pembangunan, yang menjajakan nilai-nilai pembaharuan yang positif kepada masyarakat.

       Kecenderungan positif untuk beriklan pembangunan, beriklan layanan masyarakat,  nampaknya mulai berkembang mulai saat itu. Kabarnya tahun 1973, para pakar dan praktisi komunikasi, periklanan, Keluarga Berencana & Kependudukan rame-rame mengadakan seminar di East West Centre Hawaii membahas peranan apa yang dapat dimainkan oleh dunia periklanan dalam menunjang program KB yang mulai digalakkan. Dalam pertemuan  ditunjukkanlah contoh-contoh pemanfaatan periklanan dalam program KB, misalnya apa yang dilakukan di negara-negara Asia, di Afrika Barat. Lalu bermunculan iklan kampanye berbagai program pembangunan dimana-mana.

       Di Indonesia, Filipina, India, mulailah bermunculan iklan non-product ini. Yang paling menonjol pada waktu itu iklan kampanye KB dan Kependudukan. Dimana-mana, di radio, di media cetak, bahkan di papan reklame, poster, kita melihat himbauan agar masyarakat berKB dengan teks besar besar :”Anak kami dua, bagaimana dengan Anda….??” Di radio  terdengar kumandang   jinggle  (lagu) “Aku anak sehat tubuhku kuat, karena ibuku rajin dan cermat, semasa aku bayi selalu diberi ASI dan imunisasi…”.

Cukup ampuh.  
 
        Iklan dengan daya membujuk (persuasi)nya yang kuat, mampu menggelitik sasarannya. Dengan memanfaatkan segi kejiwaan sasaran , ia mampu membujuk sasaran menuruti apa yang diiklankan, dengan lihainya iklan mendekatkan pesan dengan ego sasaran dan memuaskan emosional sasarannya, sehingga sasaran tertarik. Apalagi bila dibumbui dengan segudang “janji” yang menggiurkan. Siapa yang tidak  tergiur dengan janji kecantikan sebuah parfum ? Atau kejantanan, kekuatan dan kehebatan yang digambarkan iklan produk minuman sebuah merek minuman energi ? Iklan gagasanpun  meniru kiat yang serupa dalam menarik dan mendapatkan partisipasi khalayak.

        Sejak itu iklan gagasan, iklan pembangunan  makin  marak, sejalan dengan kemajuan dunia teknologi komunikasi dan kebutuhan perlunya mendapatkan  partisipasi masyarakat.  Iklan-iklan model ini seolah menyeru kita untuk ikut berpartisipasi menyukseskan suatu program yang dibuat  pemerintah untuk rakyatnya..  Iklan-iklan itu mengajak khayalak ikut serta, karena memang untuk kebaikan masyarakat seluruhnya. Kecenderungan iklan model baru ini, berlanjut terus sampai sekarang. Maka itu di kota kota besar hampir selalu ada  iklan seperti itu ditempat-tempat strategis. Di Palembang misalnya, beberapa tahun lalu ada iklan “Visit Musi” untuk mengkampanyekan  program pariwisata air Pemkot Kota. Ada lagi iklan luar ruang mempromosikan “Sumsel Lumbung Pangan dan Energi” dengan gambar Gubernur serta Wakil Gubernur, ingin menyakinkan betapa besarnya potensi provinsi ini sebagai penyedia pangan dan energi. Atau berupa billboard raksasa menunjukkan kesiapan Pemda menjadi tuan rumah event olahraga internasioanal Islamic Solidarity Games......dan beberapa hari lalu misalnya baliho iklan mempromosikan “Palembang Emas 2018”, dsb.....


        Dari mana biaya beriklan Layanan Masyarakat ? Ada yang dibiayai sendiri, ada pula dengan kerjasama  dengan  perusahaan besar. Banyak Iklan Layanan Masyarakat dilaksanakan seperti itu, mungkin karena  perlu dana  besar jadi perlu sponsor. Masyarakat periklanan menyebutnya sebagai Iklan Bonceng (Free Ride Advertising),  Misalnya  iklan “Tertib Lalu Lintas”, diboncengkan pada iklan produk dari produsen tertentu  pada satu display.  Dengan iklan bonceng semuanya untung. Gagasan pembangunan jalan,  yang mensponsorinya pun  untung.

        Pernah di metropolis Palembang, satu dari sekian banyak iklan semacam itu terpampang megah di menara Jembatan AMPERA Reklame yang berbentuk baliho raksasa ini  mempromosikan tekad  pemerintah untuk membangun Sumsel yang lebih baik. Memang ada yang memprotes, pemasangan iklan promosi itu katanya kurang bagus dipasang di Jembatan Monumental kebanggaan  “Wong  Palembang” itu. Protesnya soal tempat pemasangan, bukan protes isi iklannya, karena  jujur isi dan tujuan iklan itu bagus. Memang didalam etika periklanan hanya mengatur isi pesan iklan, rasanya tidak menjelimet sampai harus dipasang dimana atau ditempat mana. Memang rasanya kurang bagus kalau dipasang sebarangan bergelantungan semerawut dibatang batang pohon atau ditiang listrik, kan bisa merusak pemandangan. Jadi pada akhirnya,  hati nurani masyarakat periklananlah yang  menyadarkannya mana yang patut atau tidak patut diiklankan, termasuk patut dimana memasangnya. Disamping hati nurani, selanjutnya mestilah juga memperhatikan  reaksi  atau tanggapan masyarakat. Bukankah masyarakat adalah sasaran terakhir dari periklanan yang harus diperhatikan juga kepentingannya ? Kalau mereka merasa risih mengapa tidak ? Contohnya iklan kosmetik bergambar sosok wanita cantik dan seksi, yang pernah dipajang hanya beberapa meter dari Masjid Agung, setelah diprotes karena kurang etis memasangnya dekat tempat ibadah, ternyata diperhatikan dan dicopot oleh pemiliknya.

        Pokoknya, iklan gagasan sama menariknya dengan iklan-iklan komersial. Prinsip persuasinya dalam menggaet sasaran juga sama. Sama dengan iklan produk (iklan komersil), iklan pembangunan (iklan non komersil)pun mempunyai kemampuan yang sama menanamkan berbagai gagasan pembaharuan dan berbagai  kebijakan  atau program pembangunan. Kalau  iklan kosmetik merayu-rayu menjanjikan kecantikan pemakainya bak selebritis,  iklan gagasan “Pemberantasan KKN” pun, kalau dibuat dengan kreatif,  yang mampu menjanjikan  pemerintahan yang bersih, tentu menarik.  Asal jangan janji gombal, janji kosong yang membohongi khalayak. Sebab, kata David Ogilvy, ”promise is the soul of an advertisement” (janji adalah nyawa periklanan). Tentu janji yang wajar, yang masuk akal dan bertanggung-jawab sesuai dengan realita gagasan yang ditawarkan. Maka itu, iklan gagasan -- walaupun berupa wujud gagasan – pada dasarnya tetap  menginformasikan program atau pemikiran yang konkrit, bukan program “diatas awang-awang”, yang sloganistis, yang cuma “jual kecap”, yang yang bombastis, yang sekedar mengumbar janji kosong belaka……, bukan, bukan itu !!                                       (Masatif Ali, 25-03-2014, diulang  06-01-2015
)


Senin, 03 Februari 2014

KARIKATUR DI MEDIA CETAK.......

KARIKATUR YANG BEROLOK-OLOK “WAHANA SENYUM KRITIK SEHAT”
Oleh : Masatif Ali ZA
      Sungguh menggelitik olok-olok karikatur di harian ini, Sabtu 8 April lalu. Kalau tidak sedang berpuasa rasanya banyak pembaca yang tertawa terkekeh atau paling tidak senyum-senyum sendiri. Betapa tidak lucu ! Disana digambarkan seorang pria setengah baya tidak sabaran lagi menunggu beduk berbuka puasa. Jam didinding baru menunjukkan pukul 5.10 sore. Tapi matanya terus melirik ke meja dimana telah tersedia hidangan “perbukaan” yang lezat dan masih ngebul. Ia larak-lirik sebentar, kalau-kalau ada orang melihat—dan hupp—tangannya bergerak ke piring – Belum sampai --  ada teriakan dari luar : “Bataaallll !!”.
      Lucu memang gambar karikatur itu. Dengan jitu ia menyindir kita yang walaupun sedang menjalankan puasa tapi sering-sering masih terkenang-kenang dengan makanan melulu. Apa yang dilukiskan oleh karikatur itu walaupun tidak persis, mungkin saja dalam bentuk lain terjadi dalam masyarakat kita. Itulah gaya karikatur menerjemahkan berbagai permasalahan dalam masyarakat, yang tentu saja dengan penuh humor !
      Bila dikaji, apa yang ingin diungkapkan oleh sang karikaturis, ia ingin menyindir bahwa perhatian kita kepada soal makan dan makanan selama bulan puasa ini sangat besar. Bayangkan, kalau pada hari-hari biasa lauk pauk cukup tempe, tahu atau ikan, maka dalam bulan puasa ini makanan untuk berbuka kalau maunya ada menu dari bahan daging sapi atau ayam. Minumannya tak boleh cuma teh atau kopi, tapi mestilah ditambah es sirop¸es campur dawet atau cincau, ditambah lagi kolak atau kue-kue khusus. Buah-buahan pencuci mulut tak cukup pisang atau pepaya saja, tapi ditambah lagi dengan dua tiga macam lagi termasuk kurma yang katanya didatangkan dari Arab ! Pokoknya asyik kalau sedang berbuka !
      Lalu, ibu-ibu pun pusing tujuh keliling memikirkan “membengkaknya” uang belanja dapur setiap kali kepasar, saking untuk memenuhi “nafsu” untuk mengistimewakan bulan puasa. Bapak-bapakpun pontang panting mencari tambahan uang untuk puasa.
      Penulis lalu teringat karikaktur yang hampir serupa ditahun lima puluhan, dalam surat kabar yang terbit di Palembang (saya lupa nama korannya). Waktu itu bulan puasa juga dan dan beberapa hari lagi menjelang Hari Raya Idul Fitri. Disana dilukiskan seorang suami tertegun-tegun melihat “belanjaan” isterinya yang luar biasa. Walaupun sudah berselang 30 tahun, penulis masih ingat lebih kurang dialog sindiran dalam bahasa daerah Palembang : “Berapo metuke selawat citak tuh, ibok-nyo !?” (“Berapa rupiah mengeluarkan uang belanjanya, Bu !?”). Lalu dijawab ketus oleh sang isteri : “Oii Abah-nyo.....sekali setahun nak makan lemak !?” (“Oii, Pak, sekali setahun mau makan yang enak-enak !?”.
      Sambil senyum-senyum kita bisa menduga karikatur itu menyiratkan kritik dan sindiran sekaligus ingin meluruskan sesuatu yang dirasanya kurang baik. Padahal, kalau kita simak tulisan Dr KHO Gajahnata, atau apa yang tersirat dari ungkapan KH Hasan Basri di harian ini : hakekat puasa adalah upaya untuk “mengendalikan diri” termasuk mengendalikan diri dari nafsu untuk “makan” yang kalau kelewat batas justru bisa menimbulkan berbagai  penyakit, baik penyakit fisik seperti darah tinggi, diabetes sampai penyakit non-fisik seperti nafsu serakah, tamak dan sebagainya. Melihat karikatur kita tersenyum, tergelitik dan lalu sadar. Disinilah karikatur ikut menjalankan fungsi “Waskat” (Pengawasan Melekat),  atau paling tidak “Waskat” dalam artian “Wahana Senyum Kritik Sehat”.

      Itu tadi satu dua contoh karikatur yang secara diam-diam telah melakukan pengawasan masyarakat. Tapi apa betul bisa melaksanakan fungsi pengawasan ? Kalau tidak percaya, simaklah hakekat Pers yang utamanya memberitakan fakta dan disisi lain, misalnya melalui Karikatur (sebagai salah satu isi atau muatan pers) mampu untuk mengungkapkan opini : sebagai “alat kontrol sosial yang  konstruktif”. Apa lagi jelas diyakini oleh masyarakat Pers Indonesia adalah pers yang sehat, yang bebas, dan bertanggung jawab, yang menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan melaksanakan kontrol sosial yang konstruktif.
      Jdi bila dikatakan Karikatur ikut menjalankan Waskat, sebenarnya fungsi pengawasan itu memang sudah melekat pada karikatur. Tentu saja cara pengawasannya disesuaikan dengan gaya karikatur yang yang khas : lucu, bercanda, berolok-olok, dan halus sehingga tidak menyakitkan. Dengan guyon dan tampak seperti “main-main” sang karikatur mampu membuka mata dan telinga pihak-fihak yang dianggap “menyimpang”.  Dengan humornya yang segar, karikatur mampu menciptakan keterbukaan  antara berbagai fihak yang berkepentingan. Dengan istilah populer : mampu menciptakan interaksi positif masyarakat, pers dan pemerintah. Ambillah contoh karikatur yang dimuat Pers tentang : penebangan hutan yang semena-mena, kecenderungan konsumerisme, masalah penggusuran, proyek-proyek macet,dsb. Malah sampai pada karikatur perlu tidaknya pengadaan bus kota atau karikatur “berbuka puasa” diatas. Karikatur-karikatur itu seolah terpanggil memberikan pengawasan dan tentu saja dengan harapan agar fihak yang terkena segera memperbaiki tanpa merasa sakit hati !
(Dari artikelku di SRIPO 6 Mei 1989)

  
     

Minggu, 02 Februari 2014

PWRI

PWRI (PERSATUAN WREDATAMA REPUBLIK INDONESIA)
     Banyak yang belum tahu apa sebenarnya PWRI itu. Mungkin karena kedengaran seperti PWI, mereka menyangka Persatuan Wartawan Indonesia, padahal bukan... Bahkan pada acara sosialisasi bulan Desember 2013 yang lalu, seorang pensiunan PNS dari sebuah instansi mengaku baru tahu sekarang kalau ada wadah orang pensiunan yg bernama PWRI itu. Bahkan ada juga Sekcam muda yg juga baru mendengar ada PWRI, padahal  organisasi ini sudah berdiri sebenarnya sejak tahun 1962. Ya, mungkin karena cuma orgasnisasi wong pensiunan saja atau kurang disosialisasikan barangkali ya? Padahal PWRI yang singkatan dari Persatuan Wredatama Republik Indonesia itu adalah organisasi khusus yang menghimpun semua para pensiunan (WREDATAMA) PNS Pusat dan Daerah, pensiunan BUMN/BUMD, serta pensiunan Pejabat Negara, mantan Kades dan Perangkat Desa.
     Jadi, PWRI itu adalah organisasi atau wadah “WONG PENSIUNAN”, wadah “WREDATAMA”. Kalau semasa aktif dikedinasan dulu wadahnya KORPRI, maka setelah pensiun wadahnya ya PWRI ini agar dapat terus berkiprah, apalagi memang diharapkan para pensiunan dimanapun atau diinstansi manapun dia dulu bertugas  dapat terus “berdaya guna” bagi masyarakat dan bagi diri dan keluarganya. Walau pun para pensiunan sering diidentikkan dengan guyonan “Askar Tak Berguna”, kepada kita para pensiunan tetap diharapkan untuk memberikan perannya. Para pensiunan yang memang waktunya lebih banyak dirumah atau mungkin kerjanya mengasuh cucu.....tapi peran para pensiunan tidak bisa disepelekan. Memasuki masa pensiun bukanlah akhir karir, tapi  masa pensiun ini bisa dijadikan sebagai Awal Babak Kedua perjuangan untuk berbuat yg terbaik untuk masyarakat, diri dan keluarganya.
     Nah, inilah mengapa dibentuknya wadah ini. PWRI adalah organisasi kemasyarakatan khusus yang bersifat nasional, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hak azasi manusia, mandiri, demokratis, nirlaba dan modern, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggota wredatama dan keluarganya.
      Para pensiunan yang setiap tahun bertambah, dan katanya diseluruh Indonesia ada sekitar 2,5 juta pensiunan PNS, dan PWRI dapat pula memberikan perannya menyumbang bagi Pembangunan dan mengakomodasikan hak2 dan perlindungan hak para pensiunan. Apalagi pembentukan PWRI memang dimaksudkan untuk melanjutkan dan mempertahankan jalur pembinaan yang masih diperlukan bagi para pensiunan. ]adi walaupun tidak aktif lagi dikedinasan, dengan wadah PWRI ini, dapat terus menjalin hubungan dengan pemerintah dan agar tetap memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan para “WREDATAMA” yang telah lulus menyelesaikan tugasnya sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, dan sekarang sudah memasuki masa pensiunnya dengan baik.
       Wong pensiunan jangan sampai minder, jangan sekalikali merasa tidak berguna lagi. Di PWRI, pengalaman, pengetahuan dan kecakapannya selama berdinas sekian puluh tahun dulu itu, dapat dijadikan modal lagi untuk kebaikan, bukan saja untuk dirinya tapi juga untuk masyarakat, paling tidak menjadi teladan bagi orang2 muda dilingkungannya. Sebagai organisasi kemasyarakat khusus pensiunan, PWRI mempunyasi 2 (dua) fungsi :


1.    Fungsi Internal, untuk menjembatani kepentingan dan kebutuhan anggotanya.
2.    Fungsi Eksternal menjadi motivator dan dinamisator bagi anggota dan masyarakat.
Dan yang lebih penting lagi untuk diketahui, ialah bahwa PWRI yang bersifat nasional dan mandiri itu, yang DOKTRIN nya : “Tata Tenteram Karta Raharja” tsb mempunyai TUJUAN untuk kesejahteraan anggota dan keluarganya. Jadi bukan organisasi politik lho......bukan Parpol.....
     Lalu, apa VISI dan MISI PWRI ?
     VISI : Terwujudnya organisasi skala nasional yg kuat dan mandiri sebagai wadah tunggal bagi seluruh wredatama, serta meningkatknya kesejahteraan anggota dan keluarganya.
     MISI :
1.    Mempererat kesatuan dan persatuan wredatama agar memiliki kekuatan moral yang kuat.
2.    Membina wredatama agar tetap meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kpd Tuhan YME, berperilaku yang tidak tercela, sabar, arif bijaksana, dan menjadi panutan masyarakat.
3.    Membina wredatama agar mampu : (1) mandiri dalam kehidupan ekonomi dan sosial, (2) meningkatkan kualitas hidupnya secara fisik, mental dan spiritual, (3) mendayagunakan pengetahuan, kecakapan dan pengalamannya.
4.    Mendorong Pemerintah agar memenuhi kewajibannya untuk memberi jaminan kesejahteraan yang layak bagi kehidupan wredatama, sebagai pengakuan dan penghargaan atas pengabdiannya kepada bangsa dan negara.
5.    Membangun solidaritas dan soliditas wredatama sebagai perekat dan alat pemersatu.
6.    Mendukung pembangunan Bangsa / Negara.
Didalam melaksanakan MISI nya, PWRI berupaya :
1.    Mewujudkan sinergi berbagai potensi, pengalaman, keahlian dan pengetahuan wredatama untuk mempercepat tercapainya tujuan organisasi serta menunjang pelaksanaan Pembangunan Nasional;
2.    Mengindahkan ketentuan peraturan per-UU-an dalam beraktifitas;
3.    Mengadakan kerjasama sebaik-baiknya dengan organisasi seasas yang aspirasinya searah dengan PWRI;
4.    Meningkatkan kerjasama yang baik dengan Lembaga Negara,  Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah serta organisasi lain;
5.    Mewujudkan keberlanjutan pembinaan organisasi oleh pemerintah sebagaimana yang pernah diberikan kepada organisasi kedinasan.
     PWRI ini berskala nasional, jadi ada dari Pusat sampai kecamatan. Dipusat ada Pengurus Besar (PB) PWRI, ditingkat Provinsi ada Pengurus Daerah, di tingkat Kabupaten/Kota ada Pengurus Cabang, dan di Kecamatan2 ada Pengurus Ranting.
      Nah, itulah sedikit informasi tentang PWRI..... para WREDATAMA atau para pensiunan dan juga duda/jandanya diharapkan dapat ikut memperkuat perjuangan PWRI dengan masuk menjadi anggota PWRI didaerah kita masing2, setuju kan ?........Alhamdulillah......
(Masatif Ali, 31-01-2014)

Rabu, 15 Januari 2014

IKLAN KREATIF YANG MENARIK, JANGAN BERLEBIHAN ATAU MENYESATKAN !!

IKLAN KREATIF YANG MENARIK, JANGAN BERLEBIHAN ATAU MENYESATKAN !!

Oleh :  Masatif Ali

Melihat iklan di media cetak koran, majalah, apalagi yang ditayangkan di televisi, kita bisa dibuat terkagum-kagum.  Kreatifitas para perancang iklan saat ini menghasilkan iklan yang hebat hebat. Ya, namanya saja iklan (advertensi), yang umumnya  memang untuk mengesankan bahwa produk yang ditawarkan  itu hebat, paling bagus, paling baik. Ibarat  menawarkan kecap, semua iklannya nenampilkan dirinya sebagai kecap Nomor I tidak mau  kecap No.2. Jarang ada produsen yang berani mengiklankan dirinya berkualitas  rendah. Kalau  tidak hebat, tidak bagus, tidak No.1, siapa yang akan membeli? Begitulah yang terfikir dalam benak produsen atau perancang/pembuat iklannya.

            Maka itu, jangan kaget kalau anda melihat di televisi, ada tayangan iklan sebuah produk makanan yang mampu menggoda konsumen. Seperti seolah olah sebuah film kartun, maka begitu orang kepengin, tahu tahu, gerobak beserta sipenjualnya langsung mendarat ke”bumi” didepan calon pembelinya. Woww hebat nian, bahkan pasutri diiklan tsb mungkin sempat terkaget kaget......karena si Mamang dan gerobaknya tahu tahu muncul saja dari balik selimut didepannya siap menyajikan makanan tsb. Kita bisa saja bertanya bahwa kejadian seperti tidaklah mugkin dapat terjadi di dunia nyata...... Tapi itulah contoh kreasi pembuat iklan untuk menarik minat konsumen. Ada juga iklan komersial ini, misalnya menggambarkan tokoh yang dapat meloncat terbang melintasi gedung2 yg tinggi.......atau yang dapat menuruni gunung meluncur dengan santai melintasi pepohon dan bebatuan serta jurang.....lalu mendarat dgn selamat dikerumunan kawan2nya.

            Beberapa tahun lalu ada iklan sebuah produk, tidak tanggung-tanggung. Si pembuat iklan yang sangat kreatif ini menggambarkan produk itu, dengan “memainkan” semua unsur kejiwaan yang dapat memuaskan ego calon pembeli. Kehebatan dan kelembutan produk, diasosiasikan dengan sosok wanita cantik, divisualkan acara mandi lulur busa yang sensasional, dalam bak mandi yang digantungkan dengan balon udara raksasa. Disaksikan dengan wajah kagum oleh sosok tokoh dan banyak hadirin seperti layaknya upacara beneran. Walhasil, produk tsb… eh wanita cantik yang berbalut busa  itupun mengangkasa sambil menebar pesona kelembutan dan kecantikannya diangkasa…… termasuk tanpa diduga mempesona seorang pilot helikopter yang sedang melintas didekatnya. Mirip cerita drama sinetron atau film, akibat  melototi  sang putri mandi diudara tsb, sang pilot tidak menyadari, tahu-tahu pesawatnya menabrak gunung…..glegarrrr…. pesawat meledak. Tapi lagi lagi terlihat sebuah keajaiban,.. ya ternyata sang pilot helikopter selamat dengan parasut, sambil sempat nyengir-nyengir  memandang sang putri…

            Dalam dunia periklanan, yang tujuan akhirnya untuk menjual barang, jasa atau gagasan, maka  penggambaran produk dalam wujud visualisasi, kata-kata, atau simbol-simbol seperti contoh diatas memang sudah lazim. Sah-sah saja, sepanjang tidak berlebihan atau bahkan menyesatkan. Toh, yang paling difikirkan si pengiklan bagaimana agar produk tampil menarik, hebat, dan mampu membujuk calon konsumen untuk membeli, memakai atau melaksanakan apa yang diiklankan.  Artinya, dengan iklan seperti itu, barang yang ditawarkan laku keras dan uangpun mengalir ke kocek produsennya. Apalagi, dari segi kejiwaan tujuan periklanan pada hakekatnya menyiapkan situasi pada diri sasaran (konsumen) sehingga mereka secara spontan melaksanakan apa yang diiklankan.     

           Pembuat iklan menyadari betul informasi seadanya saja mengenai produk yang ditawarkan tidaklah cukup untuk menggaet pembeli. Pesan mengenai produk mestilah dikemas dalam bentuk teknik persuasi (membujuk). Persuasi dengan cara memanfaatkan  siuasi kejiwaan dan sosial sasaran dengan mengaitkan isi pesan iklan dengan sesuatu  yang dapat memuaskan keinginan, kebutuhan dan motif-motif yang ada dalam diri konsumen.  Dengan kreatif, praktisi periklanan mengaitkan produk yang ditawarkan seperti contoh iklan tadi, dengan kehebatan/keluarbiasaaan, kegantengan/kecantikan, kemewahan, kejantanan/kegagahan, yang nampaknya sesuai naluri kejiwaan seseorang. Konsumen mana sih, yang tidak mau  dikatakan cantik atau gagah ? Apalagi ditengah persaingan dalam bisnis periklanan, maka para praktisi periklanan ini nampaknya berlomba-lomba membuat iklan terbaiknya, tentu agar menarik dan meningkatkan penjualan. Inilah yang dimaksud iklan yang kreatif itu, yang mampu  menarik dan mampu menjual.

            Mendapat order dari produsen, para praktisi segera memilah dan memilih informasi mengenai produk yang diberikan pengiklan. Lalu dengan segala kemampuannya mendayagunakan kreatifitas agar tercipta pesan-pesan penjualan yang persuasif.  Disinilah seringkali, tanpa disadari pembuat iklan memberikan penggambaran yang berlebih-lebihan , bahkan tanpa disadari kadang menyesatkan. Cobalah misal, kalau ada iklan vitamin, supaya terkesan hebat  dikesankan mempunyai khasiat super, bisa jadi sumber enegi, bisa menggantikan gizi makanan, bikin konsumen  cantik atau gagah, awet muda bahkan memanjangkan umur, tentulah  terlalu berlebih-lebihan dan cenderung menyesatkan.  Begitu juga kalau ada iklan jamu yang dalam pesannya mujarab untuk “merukunkan kehidupan rumah tangga” tentu sami mawon berlebihan. Dan sebenarnya tidak boleh dilakukan karena merupakan pelanggaran periklanan.

            Dunia atau masyarakat periklanan, yang terdiri produsen (pemerakarsa iklan, pengikilan), perusahaan periklanan (biro iklan, pembuat iklan) dan media periklanan  (media massa) dimana iklan tersebut disampaikan kepada konsumen (masyarakat) secara etika wajib untuk mematuhi Kode Etik Periklanan yang telah disepakati bersama, yang dikenal dengan nama “Tata  Krama dan Tata Cara  Periklanan Indonesia” (TKTCPI) menyebutkan azas-azas umum yang wajib ditaati  dan tidak boleh dilanggar :
1.      Iklan harus jujur, bertanggung-jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
2.      Iklan tidak menyinggung perasaan dan merendahkan martabat negara, agama, susila, adat, budaya, suku dan  golongan.
3.      Iklan harus dijiwai oleh azas persaingan yang sehat.

            Seperti dikatakan tadi masih sering terjadi sengaja atau tidak, terjadi ketidakpatuhan atau dengan kata lain melanggar  Kode Etik periklanan ini, mungkin  saking terlalu kreatifnya sang praktisi periklanan untuk membujuk konsumen. Komisi Periklanan Indonesia (KPI), beberapa tahun lalu pernah menyebut kasus kasus pelanggaran iklan yang paling sering terjadi misalnya :

1. Iklan yang berlebih-lebihan.
Iklan seperti ini biasanya memberi janji melebihi kemampuan nyata dari produk yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan.
2. Iklan yang menyesatkan.
Yaitu yang memanfaatkan ketidaktahuan atau mempermainkan rasa takut konsumen.
3. Melanggar norma tata susila.
Contohnya iklan-iklan yang mengaitkannya dengan sex secara vulgar.
4.Merendahkan produk lain.
Yaitu iklan yang secara langsung atau  tidak langsung merendahkan produk lain.

            Sekarang, untuk mencegah kreatifitas yang mungkin berlebih-lebihan atau menyesatkan, merugikan konsumen, siapa saja yang harus berperan mencegahnya? Jawabnya, ya semua unsur (komponen) pemasaran yang terlibat didalamnya yaitu : pemerakarsa (pengiklan, produsen/perusahaan yang membuat produk), perusahaan  periklanan, dan media massa/media periklanan, semuanya mempunyai tanggung-jawab  sesuai dengan bobot dan peran keterlibatan masing-masing.

1.      Pengiklan bertanggung-jawab atas kebenaran atau ketepatan produk yang akan diiklankan, termasuk memberikan arahan kepada perusahaan periklanan agar tidak memberikan janji yang berlebihan atas kemampuan produk.
2.      Perusahaan periklanan bertangung-jawab atas ketepatan unsur yang dimasukkan atau yang digambarkan dalam pesan iklan, melalui pemilahan dan pemilihan informasi yang diberikan pengiklan  dalam memberdayakan kreatifitasnya.
3.       Media Periklanan, seperti media cetak, radio, televisi, dsb. ikut pula bertanggung jawab atas kesepadanan antara pesan iklan yang disiarkan dengan  nilai budaya dan profil khalayak, misalnya jangan sampai mengobral vulgar atau pornografi.

            Kalau semua komponen tadi menyadari ketentuan dasar yang telah digariskan oleh kode etik TKTCPI diatas, insyaallah tidak akan ada iklan yang berlebih-lebihan, menyesatkan, bohong  atau memberikan janji kosong  yang merugikan konsumen. Tentu lembaga dan instansi terkait yang mengatur dunia periklanan, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Depkes dengan Balai POM yang mengawasi iklan obat dan makanan, begitu juga dengan lembaga perlindungan konsumen dapat mengambil peran mencegah terjadinya pelanggaran iklan.

            Kalau semua fihak menyadari arti pentingnya periklanan dalam dunia bisnis, dan menyadari dampaknya pada khalayak, tentulah yang akan kita saksikan baik di TV, di radio, di media cetak atau di Media Luar Ruang adalah iklan persuasif, informatif sekaligus mendidik, wajar, sopan dan tidak mengumbar kekerasan. Dengan demikian, kreatifitas praktisi periklanan  tidak akan berlebih-lebihan dan menyesatkan. Tidak mengaitkan pesan dengan seks yang cenderung agak agak vulgar. Sebagusnya tidak lagi dibuat iklan semisal iklan kontrasepsi yang ada suara kucing “Meonnnnggggg……..” seperti  dulu pernah ditayangkan di televisi......... ( MAZ, 15-01-2014 )
      

.