Rabu, 26 Maret 2014

IKLAN LAYANAN MASYARAKAT, IKLAN MEMPROMOSIKAN GAGASAN

       Dijalan jalan protokol, atau ditempat tempat strategis dalam kota, sering mata kita tertumbuk dengan iklan berupa papan reklame besar yang lain dari yang lain. Ia tidak menawarkan  produk atau jasa, tapi yang ditawarkan adalah gagasan (ide). Ia tidak merayu khalayak—misalnya-- untuk membeli produk mobil merek tertentu, tapi  mengajak masyarakat waspada  dan berpartisipasi dalam pemberantasan  penyakit demam berdarah (DBD) yang banyak menyerang  warga masyarakat saat itu, atau mengajak agar tertib berlalu lintas. Ia bukan menawarkan merek rokok  atau pulsa hemat, tapi ajakan kepada masyakat untuk menjalin persatuan dan kesatuan bangsa. Iklan seperti itu tidak menawarkan aneka produk makanan ringan, tapi yang gagasan jangan membuang sampah sembarangan, atau bahkan seperti sekarang mempromosikan Caleg agar dipilih masyarakat.

          Kalau di televisi bisa lebih hebat lagi, iklan bisa tampil layaknya sebuah tayangan film pendek. Misalnya untuk mensosialisasikan tertib lalulintas, ditunjukkan bagaimana mengemudi mobil dengan baik, sopirnya memakai sabuk pengaman, tidak menggunakan HP sambil menyetir, dan hati2 melihat ada oraang menyeberang......kemudian disambung gambaran perilaku buruk di jalan raya: adegan pengendera sepeda motor yang ugal-ugalan yang berakhir dengan kecelakaan fatal, diteksnya tertulis.....”Sayangi Nyawamu” serta tulisan besar besar dilayar  agar masyarakat berempati di jalan raya......... Atau iklan gagasan untuk mengajak semua fihak untuk memberantas korupsi ditanah air.....


          Dulu, sekitar tahun 2007 di sebuah  surat kabar lokal Sumsel, diantara iklan produk dan jasa seperti iklan pengobatan tradisional, jasa layanan transport, iklan pusat belanja dengan diskon,  iklan kursus, tampak sebuah iklan yang dari yang lain itu.. Apa ya iklannya ? Ternyata iklan gagasan  berupa pesan untuk melindungi anak-anak kita dari tayangan tayangan  seronok di televisi…. Terutama  dari program tayangan malam yang tidak  cocok dengan anak-anak. Iklan display seperempat halaman itu  memperlihatkan dua orang anak  dengan ayah ibunya sedang menonton acara televisi. Bunyi pesan iklannya : “Bantu anak anak  anda dalam menentukan tayangan yang tepat untuk mereka”. Untuk lebih meyakinkan khalayak di inset iklan itu, ada foto Kak Seto, yang berujar : ”Orang tua wajib mengawasi tayangan yang tepat bagi putra putrinya”.

       Dengan makin berkembangnya media elektronik radio atau televisi, bahkan media baru Internet iklan gagasan seperti itu makin makin memperoleh kesempatan bersaing dengan “saudara tua”nya yang lebih dulu eksis iklan-iklan  komersial! Ada iklan “Hemat Energi”, ada iklan mengajak konsumen menghemat pemakaian listrik. Ada pula yang menawarkan gagasan “3M” dalam mengatasi bahaya si belang nyamuk demam berdarah aedes aegypti.  Oh, ya, barangkali juga pembaca  pernah melihat tayangan  mantan Menteri, sambil menikmati daging ayam goreng  meyakinkan masyarakat agar jangan ragu mengkonsumsi daging ayam, asalkan diolah/ dimasak dengan benar !!! Tidak usah takut dengan flu burung yang sedang merebak diseantaro negeri , ini, begitulah kira  kira pesannya agar masyarakat tidak trauma. Bahkan sekarang ini dalam rangka PILEG / PILPRES para Calon pun ramai beriklan memperkenalkan diri, menunjukkan program yg akan dilaksanakan untuk mendapatkan  dukungan masyarakat pemilih.

Iklan Pembangunan.
      Iklan yang dicontohkan  diatas,  biasa disebut iklan gagasan (Idea Advertising), atau dalam konsep yang lebih luas,  disebut Iklan Pembangunan (Development Advertising). Masyarakat umum sering menyebutnya Iklan Layanan Masyarakat. Yang dijual bukan barang dagangan , produk atau jasa. Tapi yang dijual, yang dipromosikan berupa gagasan pembaharuan, pembangunan yang diperlukan masyarakat yang sedang membangun. Bisa juga mempromosikan gagasan solusi untuk mengatasi berbagai masalah seperti mengatasi wabah penyakit, banjir, penggundulan hutan,  bahkan upaya memberantas KKN, Pemerintahan yang bersih dan berwibawa, atau pemberantasan korupsi.

       Menurut Benyamin V. Lozaree, pakar komunikasi Filipina yang dalam tahun tujuh puluhan mengelilingi sembilan negara Asia meneliti periklanan pembangunan, mendefinisikan Periklanan Pembangunan itu sebagai  “… pemanfaatan prinsip, methode dan teknik periklanan untuk membantu terwujudnya sasaran dan tujuan pembangunan nasional”. Jadi,   bukan menjual barang dagangan, tapi menjual gagasan pembangunan, yang menjajakan nilai-nilai pembaharuan yang positif kepada masyarakat.

       Kecenderungan positif untuk beriklan pembangunan, beriklan layanan masyarakat,  nampaknya mulai berkembang mulai saat itu. Kabarnya tahun 1973, para pakar dan praktisi komunikasi, periklanan, Keluarga Berencana & Kependudukan rame-rame mengadakan seminar di East West Centre Hawaii membahas peranan apa yang dapat dimainkan oleh dunia periklanan dalam menunjang program KB yang mulai digalakkan. Dalam pertemuan  ditunjukkanlah contoh-contoh pemanfaatan periklanan dalam program KB, misalnya apa yang dilakukan di negara-negara Asia, di Afrika Barat. Lalu bermunculan iklan kampanye berbagai program pembangunan dimana-mana.

       Di Indonesia, Filipina, India, mulailah bermunculan iklan non-product ini. Yang paling menonjol pada waktu itu iklan kampanye KB dan Kependudukan. Dimana-mana, di radio, di media cetak, bahkan di papan reklame, poster, kita melihat himbauan agar masyarakat berKB dengan teks besar besar :”Anak kami dua, bagaimana dengan Anda….??” Di radio  terdengar kumandang   jinggle  (lagu) “Aku anak sehat tubuhku kuat, karena ibuku rajin dan cermat, semasa aku bayi selalu diberi ASI dan imunisasi…”.

Cukup ampuh.  
 
        Iklan dengan daya membujuk (persuasi)nya yang kuat, mampu menggelitik sasarannya. Dengan memanfaatkan segi kejiwaan sasaran , ia mampu membujuk sasaran menuruti apa yang diiklankan, dengan lihainya iklan mendekatkan pesan dengan ego sasaran dan memuaskan emosional sasarannya, sehingga sasaran tertarik. Apalagi bila dibumbui dengan segudang “janji” yang menggiurkan. Siapa yang tidak  tergiur dengan janji kecantikan sebuah parfum ? Atau kejantanan, kekuatan dan kehebatan yang digambarkan iklan produk minuman sebuah merek minuman energi ? Iklan gagasanpun  meniru kiat yang serupa dalam menarik dan mendapatkan partisipasi khalayak.

        Sejak itu iklan gagasan, iklan pembangunan  makin  marak, sejalan dengan kemajuan dunia teknologi komunikasi dan kebutuhan perlunya mendapatkan  partisipasi masyarakat.  Iklan-iklan model ini seolah menyeru kita untuk ikut berpartisipasi menyukseskan suatu program yang dibuat  pemerintah untuk rakyatnya..  Iklan-iklan itu mengajak khayalak ikut serta, karena memang untuk kebaikan masyarakat seluruhnya. Kecenderungan iklan model baru ini, berlanjut terus sampai sekarang. Maka itu di kota kota besar hampir selalu ada  iklan seperti itu ditempat-tempat strategis. Di Palembang misalnya, beberapa tahun lalu ada iklan “Visit Musi” untuk mengkampanyekan  program pariwisata air Pemkot Kota. Ada lagi iklan luar ruang mempromosikan “Sumsel Lumbung Pangan dan Energi” dengan gambar Gubernur serta Wakil Gubernur, ingin menyakinkan betapa besarnya potensi provinsi ini sebagai penyedia pangan dan energi. Atau berupa billboard raksasa menunjukkan kesiapan Pemda menjadi tuan rumah event olahraga internasioanal Islamic Solidarity Games......dan beberapa hari lalu misalnya baliho iklan mempromosikan “Palembang Emas 2018”, dsb.....


        Dari mana biaya beriklan Layanan Masyarakat ? Ada yang dibiayai sendiri, ada pula dengan kerjasama  dengan  perusahaan besar. Banyak Iklan Layanan Masyarakat dilaksanakan seperti itu, mungkin karena  perlu dana  besar jadi perlu sponsor. Masyarakat periklanan menyebutnya sebagai Iklan Bonceng (Free Ride Advertising),  Misalnya  iklan “Tertib Lalu Lintas”, diboncengkan pada iklan produk dari produsen tertentu  pada satu display.  Dengan iklan bonceng semuanya untung. Gagasan pembangunan jalan,  yang mensponsorinya pun  untung.

        Pernah di metropolis Palembang, satu dari sekian banyak iklan semacam itu terpampang megah di menara Jembatan AMPERA Reklame yang berbentuk baliho raksasa ini  mempromosikan tekad  pemerintah untuk membangun Sumsel yang lebih baik. Memang ada yang memprotes, pemasangan iklan promosi itu katanya kurang bagus dipasang di Jembatan Monumental kebanggaan  “Wong  Palembang” itu. Protesnya soal tempat pemasangan, bukan protes isi iklannya, karena  jujur isi dan tujuan iklan itu bagus. Memang didalam etika periklanan hanya mengatur isi pesan iklan, rasanya tidak menjelimet sampai harus dipasang dimana atau ditempat mana. Memang rasanya kurang bagus kalau dipasang sebarangan bergelantungan semerawut dibatang batang pohon atau ditiang listrik, kan bisa merusak pemandangan. Jadi pada akhirnya,  hati nurani masyarakat periklananlah yang  menyadarkannya mana yang patut atau tidak patut diiklankan, termasuk patut dimana memasangnya. Disamping hati nurani, selanjutnya mestilah juga memperhatikan  reaksi  atau tanggapan masyarakat. Bukankah masyarakat adalah sasaran terakhir dari periklanan yang harus diperhatikan juga kepentingannya ? Kalau mereka merasa risih mengapa tidak ? Contohnya iklan kosmetik bergambar sosok wanita cantik dan seksi, yang pernah dipajang hanya beberapa meter dari Masjid Agung, setelah diprotes karena kurang etis memasangnya dekat tempat ibadah, ternyata diperhatikan dan dicopot oleh pemiliknya.

        Pokoknya, iklan gagasan sama menariknya dengan iklan-iklan komersial. Prinsip persuasinya dalam menggaet sasaran juga sama. Sama dengan iklan produk (iklan komersil), iklan pembangunan (iklan non komersil)pun mempunyai kemampuan yang sama menanamkan berbagai gagasan pembaharuan dan berbagai  kebijakan  atau program pembangunan. Kalau  iklan kosmetik merayu-rayu menjanjikan kecantikan pemakainya bak selebritis,  iklan gagasan “Pemberantasan KKN” pun, kalau dibuat dengan kreatif,  yang mampu menjanjikan  pemerintahan yang bersih, tentu menarik.  Asal jangan janji gombal, janji kosong yang membohongi khalayak. Sebab, kata David Ogilvy, ”promise is the soul of an advertisement” (janji adalah nyawa periklanan). Tentu janji yang wajar, yang masuk akal dan bertanggung-jawab sesuai dengan realita gagasan yang ditawarkan. Maka itu, iklan gagasan -- walaupun berupa wujud gagasan – pada dasarnya tetap  menginformasikan program atau pemikiran yang konkrit, bukan program “diatas awang-awang”, yang sloganistis, yang cuma “jual kecap”, yang yang bombastis, yang sekedar mengumbar janji kosong belaka……, bukan, bukan itu !!                                       (Masatif Ali, 25-03-2014, diulang  06-01-2015
)