IKLAN KREATIF YANG MENARIK, JANGAN BERLEBIHAN ATAU MENYESATKAN !!
Oleh : Masatif Ali
Melihat iklan di media cetak koran, majalah, apalagi yang
ditayangkan di televisi, kita bisa dibuat terkagum-kagum. Kreatifitas para perancang iklan saat ini
menghasilkan iklan yang hebat hebat. Ya, namanya saja iklan (advertensi), yang
umumnya memang untuk mengesankan bahwa produk
yang ditawarkan itu hebat, paling bagus,
paling baik. Ibarat menawarkan kecap,
semua iklannya nenampilkan dirinya sebagai kecap Nomor I tidak mau kecap No.2. Jarang ada produsen yang berani
mengiklankan dirinya berkualitas rendah.
Kalau tidak hebat, tidak bagus, tidak
No.1, siapa yang akan membeli? Begitulah yang terfikir dalam benak produsen
atau perancang/pembuat iklannya.
Maka
itu, jangan kaget kalau anda melihat
di televisi, ada tayangan iklan sebuah produk makanan yang mampu menggoda konsumen. Seperti seolah
olah sebuah film kartun, maka begitu orang kepengin, tahu tahu, gerobak beserta
sipenjualnya langsung mendarat ke”bumi” didepan calon pembelinya. Woww hebat nian, bahkan
pasutri diiklan tsb mungkin sempat terkaget
kaget......karena si Mamang dan gerobaknya tahu tahu muncul saja dari balik
selimut didepannya siap menyajikan makanan tsb. Kita bisa saja bertanya bahwa kejadian seperti tidaklah mugkin dapat terjadi di dunia nyata......
Tapi itulah contoh kreasi pembuat iklan
untuk menarik minat konsumen. Ada juga iklan komersial ini, misalnya
menggambarkan tokoh yang dapat meloncat terbang melintasi gedung2 yg
tinggi.......atau yang dapat menuruni gunung meluncur dengan santai melintasi
pepohon dan bebatuan serta jurang.....lalu mendarat dgn selamat dikerumunan
kawan2nya.
Beberapa tahun lalu ada iklan
sebuah produk,
tidak tanggung-tanggung. Si pembuat iklan yang sangat kreatif ini menggambarkan
produk itu, dengan “memainkan” semua unsur kejiwaan yang dapat memuaskan ego calon
pembeli. Kehebatan dan kelembutan produk, diasosiasikan dengan sosok wanita cantik,
divisualkan acara mandi lulur busa yang sensasional, dalam bak mandi yang
digantungkan dengan balon udara raksasa. Disaksikan dengan wajah kagum oleh
sosok tokoh dan banyak hadirin seperti layaknya upacara beneran. Walhasil,
produk tsb…
eh wanita cantik yang berbalut busa itupun mengangkasa sambil
menebar pesona kelembutan dan kecantikannya diangkasa…… termasuk tanpa diduga
mempesona seorang pilot helikopter yang sedang melintas didekatnya. Mirip
cerita drama sinetron atau film, akibat
melototi sang putri mandi diudara
tsb, sang pilot tidak menyadari, tahu-tahu pesawatnya menabrak gunung…..glegarrrr….
pesawat meledak. Tapi lagi lagi terlihat sebuah keajaiban,.. ya ternyata sang pilot helikopter
selamat dengan parasut, sambil sempat nyengir-nyengir memandang sang putri…
Dalam dunia periklanan, yang tujuan akhirnya untuk menjual
barang, jasa atau gagasan, maka penggambaran
produk dalam wujud visualisasi, kata-kata, atau simbol-simbol seperti contoh diatas
memang sudah lazim. Sah-sah saja, sepanjang tidak berlebihan atau bahkan
menyesatkan. Toh, yang paling difikirkan si pengiklan bagaimana agar produk
tampil menarik, hebat, dan mampu membujuk calon konsumen untuk membeli, memakai
atau melaksanakan apa yang diiklankan. Artinya,
dengan iklan seperti itu, barang yang ditawarkan laku keras dan uangpun
mengalir ke kocek produsennya. Apalagi, dari segi kejiwaan tujuan periklanan
pada hakekatnya menyiapkan situasi pada diri sasaran (konsumen) sehingga mereka
secara spontan melaksanakan apa yang diiklankan.
Pembuat iklan menyadari betul
informasi seadanya saja mengenai produk yang ditawarkan tidaklah cukup untuk
menggaet pembeli. Pesan mengenai produk mestilah dikemas dalam bentuk teknik persuasi (membujuk). Persuasi dengan
cara memanfaatkan siuasi kejiwaan dan
sosial sasaran dengan mengaitkan isi pesan iklan dengan sesuatu yang dapat memuaskan keinginan, kebutuhan dan
motif-motif yang ada dalam diri konsumen.
Dengan kreatif, praktisi periklanan mengaitkan produk yang ditawarkan seperti
contoh iklan tadi, dengan
kehebatan/keluarbiasaaan, kegantengan/kecantikan, kemewahan, kejantanan/kegagahan, yang nampaknya sesuai
naluri kejiwaan seseorang. Konsumen mana sih, yang tidak mau dikatakan cantik atau gagah ? Apalagi ditengah
persaingan dalam bisnis periklanan, maka para praktisi periklanan ini nampaknya
berlomba-lomba membuat iklan terbaiknya, tentu agar menarik dan meningkatkan
penjualan. Inilah yang dimaksud iklan yang kreatif itu, yang mampu menarik dan mampu menjual.
Mendapat
order dari produsen, para praktisi segera memilah dan memilih informasi
mengenai produk yang diberikan pengiklan. Lalu dengan segala kemampuannya
mendayagunakan kreatifitas agar tercipta pesan-pesan penjualan yang
persuasif. Disinilah seringkali, tanpa
disadari pembuat iklan memberikan penggambaran yang berlebih-lebihan , bahkan
tanpa disadari kadang menyesatkan. Cobalah misal, kalau ada iklan vitamin,
supaya terkesan hebat dikesankan
mempunyai khasiat super, bisa jadi sumber enegi, bisa menggantikan gizi
makanan, bikin konsumen cantik atau
gagah, awet muda bahkan memanjangkan umur, tentulah terlalu berlebih-lebihan dan cenderung
menyesatkan. Begitu juga kalau ada iklan
jamu yang dalam pesannya mujarab untuk “merukunkan kehidupan rumah tangga”
tentu sami mawon berlebihan. Dan sebenarnya tidak boleh dilakukan karena merupakan
pelanggaran periklanan.
Dunia
atau masyarakat periklanan, yang terdiri produsen (pemerakarsa iklan,
pengikilan), perusahaan periklanan (biro iklan, pembuat iklan) dan media
periklanan (media massa) dimana iklan tersebut
disampaikan kepada konsumen (masyarakat) secara etika wajib untuk mematuhi Kode
Etik Periklanan yang telah disepakati bersama, yang dikenal dengan nama “Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia” (TKTCPI) menyebutkan
azas-azas umum yang wajib ditaati dan
tidak boleh dilanggar :
1.
Iklan harus jujur,
bertanggung-jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
2.
Iklan tidak menyinggung
perasaan dan merendahkan martabat negara, agama, susila, adat, budaya, suku
dan golongan.
3.
Iklan harus dijiwai oleh azas
persaingan yang sehat.
Seperti dikatakan tadi masih sering
terjadi sengaja atau tidak, terjadi ketidakpatuhan atau dengan kata lain
melanggar Kode Etik periklanan ini, mungkin saking terlalu kreatifnya sang praktisi
periklanan untuk membujuk konsumen. Komisi
Periklanan Indonesia (KPI), beberapa tahun lalu pernah menyebut kasus kasus pelanggaran iklan yang paling
sering terjadi misalnya :
1. Iklan yang berlebih-lebihan.
Iklan seperti ini biasanya memberi janji melebihi kemampuan nyata
dari produk yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan.
2. Iklan yang menyesatkan.
Yaitu yang memanfaatkan ketidaktahuan atau mempermainkan rasa takut
konsumen.
3. Melanggar norma tata susila.
Contohnya iklan-iklan yang mengaitkannya dengan sex secara vulgar.
4.Merendahkan produk lain.
Yaitu iklan yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan produk lain.
Sekarang,
untuk mencegah kreatifitas yang mungkin berlebih-lebihan atau menyesatkan, merugikan
konsumen, siapa saja yang harus berperan mencegahnya? Jawabnya, ya semua unsur
(komponen) pemasaran yang terlibat didalamnya yaitu : pemerakarsa (pengiklan,
produsen/perusahaan yang membuat produk), perusahaan periklanan, dan media massa/media periklanan,
semuanya mempunyai tanggung-jawab sesuai
dengan bobot dan peran keterlibatan masing-masing.
1.
Pengiklan bertanggung-jawab
atas kebenaran atau ketepatan produk yang akan diiklankan, termasuk memberikan
arahan kepada perusahaan periklanan agar tidak memberikan janji yang berlebihan
atas kemampuan produk.
2.
Perusahaan periklanan
bertangung-jawab atas ketepatan unsur yang dimasukkan atau yang digambarkan
dalam pesan iklan, melalui pemilahan dan pemilihan informasi yang diberikan
pengiklan dalam memberdayakan
kreatifitasnya.
3.
Media Periklanan, seperti media cetak, radio, televisi,
dsb. ikut pula bertanggung jawab atas kesepadanan antara pesan iklan yang
disiarkan dengan nilai budaya dan profil
khalayak, misalnya jangan sampai mengobral vulgar atau pornografi.
Kalau
semua komponen tadi menyadari ketentuan dasar yang telah digariskan oleh kode
etik TKTCPI diatas, insyaallah tidak akan ada iklan yang berlebih-lebihan,
menyesatkan, bohong atau memberikan
janji kosong yang merugikan konsumen.
Tentu lembaga dan instansi terkait yang mengatur dunia periklanan, seperti
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Depkes dengan Balai POM yang
mengawasi iklan obat dan makanan, begitu juga dengan lembaga perlindungan
konsumen dapat mengambil peran mencegah terjadinya pelanggaran iklan.
Kalau
semua fihak menyadari arti pentingnya periklanan dalam dunia bisnis, dan
menyadari dampaknya pada khalayak, tentulah yang akan kita saksikan baik di TV,
di radio, di media cetak atau di Media Luar Ruang adalah iklan persuasif,
informatif sekaligus mendidik, wajar,
sopan dan tidak mengumbar kekerasan. Dengan demikian,
kreatifitas praktisi periklanan tidak
akan berlebih-lebihan dan menyesatkan. Tidak mengaitkan pesan dengan seks yang
cenderung agak agak vulgar. Sebagusnya tidak lagi dibuat iklan semisal
iklan kontrasepsi yang ada suara kucing “Meonnnnggggg……..” seperti dulu pernah ditayangkan di televisi......... ( MAZ, 15-01-2014 )
.