Rabu, 15 Januari 2014

IKLAN KREATIF YANG MENARIK, JANGAN BERLEBIHAN ATAU MENYESATKAN !!

IKLAN KREATIF YANG MENARIK, JANGAN BERLEBIHAN ATAU MENYESATKAN !!

Oleh :  Masatif Ali

Melihat iklan di media cetak koran, majalah, apalagi yang ditayangkan di televisi, kita bisa dibuat terkagum-kagum.  Kreatifitas para perancang iklan saat ini menghasilkan iklan yang hebat hebat. Ya, namanya saja iklan (advertensi), yang umumnya  memang untuk mengesankan bahwa produk yang ditawarkan  itu hebat, paling bagus, paling baik. Ibarat  menawarkan kecap, semua iklannya nenampilkan dirinya sebagai kecap Nomor I tidak mau  kecap No.2. Jarang ada produsen yang berani mengiklankan dirinya berkualitas  rendah. Kalau  tidak hebat, tidak bagus, tidak No.1, siapa yang akan membeli? Begitulah yang terfikir dalam benak produsen atau perancang/pembuat iklannya.

            Maka itu, jangan kaget kalau anda melihat di televisi, ada tayangan iklan sebuah produk makanan yang mampu menggoda konsumen. Seperti seolah olah sebuah film kartun, maka begitu orang kepengin, tahu tahu, gerobak beserta sipenjualnya langsung mendarat ke”bumi” didepan calon pembelinya. Woww hebat nian, bahkan pasutri diiklan tsb mungkin sempat terkaget kaget......karena si Mamang dan gerobaknya tahu tahu muncul saja dari balik selimut didepannya siap menyajikan makanan tsb. Kita bisa saja bertanya bahwa kejadian seperti tidaklah mugkin dapat terjadi di dunia nyata...... Tapi itulah contoh kreasi pembuat iklan untuk menarik minat konsumen. Ada juga iklan komersial ini, misalnya menggambarkan tokoh yang dapat meloncat terbang melintasi gedung2 yg tinggi.......atau yang dapat menuruni gunung meluncur dengan santai melintasi pepohon dan bebatuan serta jurang.....lalu mendarat dgn selamat dikerumunan kawan2nya.

            Beberapa tahun lalu ada iklan sebuah produk, tidak tanggung-tanggung. Si pembuat iklan yang sangat kreatif ini menggambarkan produk itu, dengan “memainkan” semua unsur kejiwaan yang dapat memuaskan ego calon pembeli. Kehebatan dan kelembutan produk, diasosiasikan dengan sosok wanita cantik, divisualkan acara mandi lulur busa yang sensasional, dalam bak mandi yang digantungkan dengan balon udara raksasa. Disaksikan dengan wajah kagum oleh sosok tokoh dan banyak hadirin seperti layaknya upacara beneran. Walhasil, produk tsb… eh wanita cantik yang berbalut busa  itupun mengangkasa sambil menebar pesona kelembutan dan kecantikannya diangkasa…… termasuk tanpa diduga mempesona seorang pilot helikopter yang sedang melintas didekatnya. Mirip cerita drama sinetron atau film, akibat  melototi  sang putri mandi diudara tsb, sang pilot tidak menyadari, tahu-tahu pesawatnya menabrak gunung…..glegarrrr…. pesawat meledak. Tapi lagi lagi terlihat sebuah keajaiban,.. ya ternyata sang pilot helikopter selamat dengan parasut, sambil sempat nyengir-nyengir  memandang sang putri…

            Dalam dunia periklanan, yang tujuan akhirnya untuk menjual barang, jasa atau gagasan, maka  penggambaran produk dalam wujud visualisasi, kata-kata, atau simbol-simbol seperti contoh diatas memang sudah lazim. Sah-sah saja, sepanjang tidak berlebihan atau bahkan menyesatkan. Toh, yang paling difikirkan si pengiklan bagaimana agar produk tampil menarik, hebat, dan mampu membujuk calon konsumen untuk membeli, memakai atau melaksanakan apa yang diiklankan.  Artinya, dengan iklan seperti itu, barang yang ditawarkan laku keras dan uangpun mengalir ke kocek produsennya. Apalagi, dari segi kejiwaan tujuan periklanan pada hakekatnya menyiapkan situasi pada diri sasaran (konsumen) sehingga mereka secara spontan melaksanakan apa yang diiklankan.     

           Pembuat iklan menyadari betul informasi seadanya saja mengenai produk yang ditawarkan tidaklah cukup untuk menggaet pembeli. Pesan mengenai produk mestilah dikemas dalam bentuk teknik persuasi (membujuk). Persuasi dengan cara memanfaatkan  siuasi kejiwaan dan sosial sasaran dengan mengaitkan isi pesan iklan dengan sesuatu  yang dapat memuaskan keinginan, kebutuhan dan motif-motif yang ada dalam diri konsumen.  Dengan kreatif, praktisi periklanan mengaitkan produk yang ditawarkan seperti contoh iklan tadi, dengan kehebatan/keluarbiasaaan, kegantengan/kecantikan, kemewahan, kejantanan/kegagahan, yang nampaknya sesuai naluri kejiwaan seseorang. Konsumen mana sih, yang tidak mau  dikatakan cantik atau gagah ? Apalagi ditengah persaingan dalam bisnis periklanan, maka para praktisi periklanan ini nampaknya berlomba-lomba membuat iklan terbaiknya, tentu agar menarik dan meningkatkan penjualan. Inilah yang dimaksud iklan yang kreatif itu, yang mampu  menarik dan mampu menjual.

            Mendapat order dari produsen, para praktisi segera memilah dan memilih informasi mengenai produk yang diberikan pengiklan. Lalu dengan segala kemampuannya mendayagunakan kreatifitas agar tercipta pesan-pesan penjualan yang persuasif.  Disinilah seringkali, tanpa disadari pembuat iklan memberikan penggambaran yang berlebih-lebihan , bahkan tanpa disadari kadang menyesatkan. Cobalah misal, kalau ada iklan vitamin, supaya terkesan hebat  dikesankan mempunyai khasiat super, bisa jadi sumber enegi, bisa menggantikan gizi makanan, bikin konsumen  cantik atau gagah, awet muda bahkan memanjangkan umur, tentulah  terlalu berlebih-lebihan dan cenderung menyesatkan.  Begitu juga kalau ada iklan jamu yang dalam pesannya mujarab untuk “merukunkan kehidupan rumah tangga” tentu sami mawon berlebihan. Dan sebenarnya tidak boleh dilakukan karena merupakan pelanggaran periklanan.

            Dunia atau masyarakat periklanan, yang terdiri produsen (pemerakarsa iklan, pengikilan), perusahaan periklanan (biro iklan, pembuat iklan) dan media periklanan  (media massa) dimana iklan tersebut disampaikan kepada konsumen (masyarakat) secara etika wajib untuk mematuhi Kode Etik Periklanan yang telah disepakati bersama, yang dikenal dengan nama “Tata  Krama dan Tata Cara  Periklanan Indonesia” (TKTCPI) menyebutkan azas-azas umum yang wajib ditaati  dan tidak boleh dilanggar :
1.      Iklan harus jujur, bertanggung-jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
2.      Iklan tidak menyinggung perasaan dan merendahkan martabat negara, agama, susila, adat, budaya, suku dan  golongan.
3.      Iklan harus dijiwai oleh azas persaingan yang sehat.

            Seperti dikatakan tadi masih sering terjadi sengaja atau tidak, terjadi ketidakpatuhan atau dengan kata lain melanggar  Kode Etik periklanan ini, mungkin  saking terlalu kreatifnya sang praktisi periklanan untuk membujuk konsumen. Komisi Periklanan Indonesia (KPI), beberapa tahun lalu pernah menyebut kasus kasus pelanggaran iklan yang paling sering terjadi misalnya :

1. Iklan yang berlebih-lebihan.
Iklan seperti ini biasanya memberi janji melebihi kemampuan nyata dari produk yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan.
2. Iklan yang menyesatkan.
Yaitu yang memanfaatkan ketidaktahuan atau mempermainkan rasa takut konsumen.
3. Melanggar norma tata susila.
Contohnya iklan-iklan yang mengaitkannya dengan sex secara vulgar.
4.Merendahkan produk lain.
Yaitu iklan yang secara langsung atau  tidak langsung merendahkan produk lain.

            Sekarang, untuk mencegah kreatifitas yang mungkin berlebih-lebihan atau menyesatkan, merugikan konsumen, siapa saja yang harus berperan mencegahnya? Jawabnya, ya semua unsur (komponen) pemasaran yang terlibat didalamnya yaitu : pemerakarsa (pengiklan, produsen/perusahaan yang membuat produk), perusahaan  periklanan, dan media massa/media periklanan, semuanya mempunyai tanggung-jawab  sesuai dengan bobot dan peran keterlibatan masing-masing.

1.      Pengiklan bertanggung-jawab atas kebenaran atau ketepatan produk yang akan diiklankan, termasuk memberikan arahan kepada perusahaan periklanan agar tidak memberikan janji yang berlebihan atas kemampuan produk.
2.      Perusahaan periklanan bertangung-jawab atas ketepatan unsur yang dimasukkan atau yang digambarkan dalam pesan iklan, melalui pemilahan dan pemilihan informasi yang diberikan pengiklan  dalam memberdayakan kreatifitasnya.
3.       Media Periklanan, seperti media cetak, radio, televisi, dsb. ikut pula bertanggung jawab atas kesepadanan antara pesan iklan yang disiarkan dengan  nilai budaya dan profil khalayak, misalnya jangan sampai mengobral vulgar atau pornografi.

            Kalau semua komponen tadi menyadari ketentuan dasar yang telah digariskan oleh kode etik TKTCPI diatas, insyaallah tidak akan ada iklan yang berlebih-lebihan, menyesatkan, bohong  atau memberikan janji kosong  yang merugikan konsumen. Tentu lembaga dan instansi terkait yang mengatur dunia periklanan, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Depkes dengan Balai POM yang mengawasi iklan obat dan makanan, begitu juga dengan lembaga perlindungan konsumen dapat mengambil peran mencegah terjadinya pelanggaran iklan.

            Kalau semua fihak menyadari arti pentingnya periklanan dalam dunia bisnis, dan menyadari dampaknya pada khalayak, tentulah yang akan kita saksikan baik di TV, di radio, di media cetak atau di Media Luar Ruang adalah iklan persuasif, informatif sekaligus mendidik, wajar, sopan dan tidak mengumbar kekerasan. Dengan demikian, kreatifitas praktisi periklanan  tidak akan berlebih-lebihan dan menyesatkan. Tidak mengaitkan pesan dengan seks yang cenderung agak agak vulgar. Sebagusnya tidak lagi dibuat iklan semisal iklan kontrasepsi yang ada suara kucing “Meonnnnggggg……..” seperti  dulu pernah ditayangkan di televisi......... ( MAZ, 15-01-2014 )
      

.